» Investasi yang berbasis fosil nyaris sudah tidak ada, yang tersedia hanya investasi ke energi bersih.

» Dengan kebutuhan investasi yang cukup besar, maka regulasi dan perencanaan sangat penting untuk menarik minat investasi.

JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan kebutuhan investasi energi baru terbarukan (EBT) dalam roadmap yang berbasis on grid di Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 nilainya cukup besar.

Dengan target membangun pembangkit listrik berbasis energi ramah lingkungan sebesar 20 gigawatt (GW), diperkirakan membutuhkan biaya hingga 500 triliun rupiah.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, dalam press conference The 4th Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2021 mengatakan untuk mencapai net zero emission carbon, Indonesia harus meningkatkan bauran EBT di masa yang akan datang sehingga membutuhkan investasi yang besar.

Apalagi, investasi yang berbasis fosil saat ini sudah tidak ada sehingga dari sisi pendanaan otomatis hanya ada investasi untuk yang sifatnya energi bersih.

"Untuk mengejar hingga 2060, dalam hitungan kami, diperlukan 10 ribu triliun rupiah. Ini hitungan berbasis pengetahuan sekarang," kata Dadang.

Proyeksi kebutuhan investasi itu bisa berubah mengikuti keekonomian dari komponen EBT, misalnya harga baterai yang dari waktu ke waktu berubah, atau harga komponen PLTS juga turun seiring dengan produksinya yang semakin masif.

Dia mengakui, hampir setiap hari pihaknya kedatangan tamu yang berniat untuk berinvestasi di proyek EBT.

"Pak Menteri sudah mendapatkan surat, misalkan dari Saudi Arabia, Uni Emirat Arab. Begitu juga investor dalam negeri sudah sangat banyak yang siap menyukseskan ini," kata Dadan.

Proyek Transisi

Dadan mengatakan proyek transisi energi terbarukan memang perlu menunggu RUPTL agar Perpres Energi Baru Terbarukan (EBT) bisa segera diproses.

"Kami selesaikan dulu RUPTL, didalami dulu dari sisi anggaran, apakah perlu APBN atau biaya penggantian. Kemudian, kami sounding ke Kementerian Keuangan untuk Perpres Energi Baru Terbarukan (EBT). Ini sudah proses, sebentar lagi RUPTL selesai dibahas, lalu di Kemenkeu hanya dari sisi perhitungan anggaran saja," kata Dadan.

Pakar Ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, yang diminta pendapatnya dari Jakarta, Senin (20/9), mengatakan pemerintah perlu membuat kebijakan ramah investasi pada sektor EBT, terutama energi surya agar semakin banyak dimanfaatkan baik oleh pemerintah, perusahaan maupun masyarakat.

"Peralihan ke arah energi bersih adalah keniscayaan, sehingga kita mau tidak mau juga akan ke sana. Salah satu sumber energi terbarukan yang melimpah dan bisa menjadi andalan adalah sinar matahari, yang akan lebih mudah digali (dimanfaatkan) dibanding dengan panas bumi, hidro, dan lainnya," kata Wibisono.

Tren pengembangannya juga semakin meningkat sehingga harga panel surya semakin murah.

"Agar semakin terjangkau, perlu dukungan melalui bermacam-macam kebijakan insentif, supaya energi ini semakin mudah dan luas digunakan sebagai sumber energi kita," katanya.

Sangat Dinamis

Sementara itu, Direktur eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menambahkan, perihal angka investasi dan bauran energi untuk mencapai net zero emission carbon 2050-2060 bisa berubah seiring keekonomiannya, angka itu sangat dinamis.

Dia memperkirakan nilai investasi yang diperlukan hingga 2030 berkisar 25 hingga 30 miliar dollar AS atau sekitar 420 triliun rupiah. Nilai investasi jelasnya akan lebih tinggi pada 2030-2050 yang diperkirakan mencapai 50 miliar hingga 60 miliar dollar AS per tahun.

Nilai investasi itu termasuk untuk pengembangan di sektor kelistrikan, transportasi, dan industri. Fabby menyebut investasi itu juga mencakup pengembangan green hydrogen, serta sintetik fuel untuk kendaraan yang tidak dapat menggunakan listrik, seperti pesawat dan kapal.

Dengan kebutuhan investasi yang cukup besar itu maka regulasi dan perencanaan sangat penting untuk menarik minat investasi. Dengan berharap dengan meredupnya investasi batubara di PLTU, maka akan lebih banyak investor yang akan masuk ke proyek EBT.

Baca Juga: