JAKARTA- Indonesia sebagai salah satu negara emerging market di Asia,memiliki dinamika ekonomi yang membutuhkan kepastian dan penguatan hukum untuk menjamin iklim berusaha tetap menarik bagi investor asing.

Dalam laporan Ease of Doing Business (EoDB) Bank Dunia yang terakhir dirilis pada 2020, peringkat Indonesia dalam topik Resolving Insolvency berada di posisi 38 dunia berada di bawah dua negara Asia Tenggara lainnya yakni Thailand di posisi 24 dan Singapura di peringkat 27.

Pakar ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan, salah satu kendala menarik penanaman modal asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) adalah kepastian dan penegakan hukum, sehingga investor asing kerap melewatkan Indonesia dari pilihannya.

"Investor tentu akan membandingkan Rasio Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia dengan negara-negara kawasan, itu sebabnya Vietnam sering menjadi pilihan mereka," kata Wibisono.

Salah satu yang mendesak dipoles adalah ekonomi biaya tinggi yang sangat berkaitan dengan upaya penegakan hukum dalam rangka memberikan kepastian pada investor. Salah satunya yang kerap disorot adalah penyelesaian utang-piutang antara debitur dan kreditur.

Revisi Undang - Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dinilai perlu dilakukan karena sudah 19 tahun dan perlu diperkuat agar iklim berbisnis di Indonesia menjadi lebih menarik dan dapat bersaing dengan negara lain. Apalagi, peraturan dalam penyelesaian kepailitan menjadi salah satu indikator penilaian dari Bank Dunia dalam EoDB.

Seiring dengan ekosistem bisnis yang semakin kompleks dan melampaui batas negara, UU tersebut ternyata menjadi kurang mampu memberikan kepastian hukum bagi kreditur dan debitur atau para pihak yang berselisih.

Dalam kesempatan terpisah, Managing Partner Dwinanto Strategic Legal Consultant (DSLC), Rizky Dwinanto melihat banyak penerapan aturan seperti Kepailitan dan PKPU telah bergeser dari tujuan utamanya, sebagai sarana penyelesaian utang-piutang yang adil, cepat, transparan dan efektif.

Regulasi seharusnya melindungi debitur yang mengalami kendala dalam berusaha atau berbisnis dapat mengajukan skema PKPU atau mekanisme pengajuan pailit.

Bukan hanya jadi alat atau skema hukum kreditur menagih utang kepada kreditur kepada debitur. Akibatnya, mayoritas permohonan PKPU dan pailit di Indonesia justru lebih banyak datang dari kreditur.

"Seharusnya dilihat dulu kondisi perusahaan debitur dan kondisi ekonomi saat ini. Supaya jangan sedikit-sedikit PKPU atau pailit," tambahnya.

Perlindungan Adil

Sementara itu, Presiden Direktur AJ Capital, Geoffrey D. Simms menyatakan dalam sistem ekonomi yang semakin kompleks dan terhubung (melampaui batas negara), hukum harus dapat memberikan rasa keadilan dan perlindungan yang sama, baik bagi kreditur maupun debitur.

"Kreditur, debitur, dan pengadilan semuanya harus berpartisipasi dan memiliki peran masing-masing dalam proses kepailitan dan PKPU. Pengadilan niaga tentu akan berusaha untuk menemukan penyelesaian yang adil bagi semua pihak. Pengadilan niaga juga harus berusaha untuk menjaga perusahaan (debitur) tetap beroperasi dan memberikan perlindungan kepada semua pemegang saham. Itu adalah semangat hukum modern," tegas Sims.

Hukum jelasnya harus digunakan sebagai sarana untuk melakukan restrukturisasi bisnis yang sehat dengan memastikan hak-hak para kreditur terlindungi sambil membantu mengatasi masalah perusahaan (debitur) yang mengalami kesulitan agar kembali sehat dan dapat menyelesaikan kewajiban yang dimilikinya.

Penegakan hukum kepailitan yang kuat dan konsisten, katanya, dapat membantu meminimalkan risiko penyalahgunaan proses kepailitan, yang dapat berdampak negatif pada para pemegang saham dan kreditur.

"Ini bukan hanya tentang melindungi kepentingan ekonomi perusahaan, debitur. Tapi juga melindungi hak-hak hukum dari kreditur. Bagaimana kreditur tahu hak-hak mereka akan dilindungi jika misalnya ternyata ada debitur yang memang tidak ingin membayar kembali. Itu terjadi, bukan? Jadi harus dilihat dari dua sisi," katanya.

Secara terpisah, Ekonom Celios, Nailul Huda mengatakan, harus ada keseimbangan pengaturan antara kreditur dan debitur dalam pengaturan hukum pailit dan PKPU. Dengan demikian diharapkaan ini menjadi perbaikan dan memberi kepastian hukum, sehingga daya saing RI ke depan terutama dari sisi kepastian hukum membaik.

Baca Juga: