JAKARTA - Implementasi Perpres 26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Sislognas) sebagai payung hukum sektor logistik yang dikeluarkan hampir 10 tahun lalu berjalan tidak efektif. Karenanya, sektor logistik Indonesia saat ini dinilai darurat regulasi.
Chairman Supply Chain Indonesia (SCI), Setijadi menyatakan dalam periode itu, pencapaian road map dan rencana aksi Sislognas rendah, serta tidak ada evaluasi atau pengawasan secara berkala. Bahkan, rencana aksi sislognas baru tersusun untuk tahap I (2011-2015), sedangkan rencana aksi tahap II dan III (2016-2025) hingga saat ini belum dirumuskan.
"Tanpa cetak biru Sislognas yang efektif, program K/L dalam bidang logistik akan sulit direncanakan dan diimplementasikan secara sinergis dan optimal. Selain itu, belum ada tools evaluasi secara organisasional, sehingga implementasi Sislognas oleh kementerian/lembaga (K/L) terkait tidak dapat dievaluasi," kata Setijadi di Jakarta, Senin (7/2).
Karenanya, SCI mendesak pencabutan Perpres 26/2012 dan penetapan regulasi baru minimal dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). SCI juga meminta pembentukan Badan Logistik Nasional. Selain itu, SCI mendesak pembentukan UU Logistik sebagai regulasi yang kuat.