SINTANG - Petani Kelapa Sawit mendukung komitmen pemerintah daerah menerbitkan regulasi daerah terkait kemitraan dan fasilitasi pembangunan kebun masyrakat. Regulasi tersebut dinilai dapat memperbaiki pola kemitraan usaha perkebunan kelapa sawit.
Sebagai bentuk dukungan dari komitmen pemda, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menyerahkan dokumen Naskah Akademik Rancangan Peraturan Bupati Sintang tentang Kemitraan Usaha Perkebunan dan Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat kepada Bupati Kabupaten Sintang, Jarot Winarno, pada Kamis, (27/3) di Kantor Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.
Dokumen Naskah Raperbub ini merupakan hasil kajian SPKS menyikapi komitmen Bupati Sintang terkait perlunya regulasi daerah yang mengatur pelaksanaan Kemitraan usaha perkebunan dan pelaksanaan kewajiban fasilitasi Pembangunan kebun masyarakat seluas 20 persen dari total areal Perusahaan Perkebunan.
Ketua SPKS Kabupaten Sintang, Kornelis mengatakan regulasi terkait kemitraan usaha perkebunan dan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sangat diperlukan untuk memperbaiki pola kemitraan usaha perkebunan sawit. Selain itu, regulasi tesebut dibutuhkan untuk memastikan pelaksanaan kewajiban perusahaan perkebunan dalam memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar areal perkebunan, yakni seluas 20 persen dari areal perkebunan yang dikuasai perusahaan.
"Kami mendapat banyak keluhan petani dan melihat prakteknya di lapangan terkait kemitraan ini. Yang diperlukan adalah aturan jelas dan pendampingan dari pemda sehingga betul betul dilaksanakan sesuai dengan aturan dan berdampak baik untuk pemberdayaan petani dan produktivitas sawit," papar Kornelis dalam siaran pers yang diterima Koran Jakarta, kemarin.
Bergantung Tengkulak
Petani sawit swadaya di Desa Telaga Dua, Kecamatan Binjai, Yustinus Laud, mengungkapkan, selama ini penjualan Tandan Buah Segar (TBS) dari petani swadaya tidak melalui kerja sama dengan pabrik sawit. Alhasil, petani tergantung pada tengkulak sehingga berdampak pada rendahnya harga TBS di petani.
Ahli Konstitusi Agraria Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Gunawan, selaku penyusun draf naskah akademik ini, mengungkapkan berbagai pengalaman dari perkebunan sawit saat ini, melahirkan persepsi bahwa fasilitasi pembangunan kebun masyarakat mencakup bagi lahan dan kredit dalam kemitraan usaha perkebunan yang senantiasa dengan pola inti-plasma, di bawah pengelolaan satu manajemen Perusahaan Perkebunan.
"Padahal, pembangunan kebun masyarakat kewajiban perusahaan perkebunan selain menjalin kemitraan usaha serta tanggung jawab sosial dan lingkungan. Kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat telah menjadi mandat dari UUUU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan," tegas Gunawan. YK/E-10