» BI diminta menaikkan suku bunga lagi untuk menjaga inflasi inti turun di bawah 4 persen.

» Perlu insentif fiskal untuk dorong hilirisasi industri agar lapangan pekerjaan lebih banyak.

JAKARTA - Gejolak ketidakpastian ekonomi global saat ini hanya bisa diredam dengan kombinasi kebijakan fiskal dan moneter yang tepat. Sebab, dengan kombinasi kebijakan yang terukur akan menciptakan stabilitas sebagai modal menghadapi ketidakpastian seperti normalisasi kebijakan moneter yang masih berlanjut.

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengatakan dari sisi fiskal, pemerintah dengan instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bisa menyalurkan lagi bantuan sosial (bansos) apabila terjadi goncangan baru dari ketidakpastian di tingkat global.

Oleh karena itu, pemerintah perlu memperluas ruang fiskal agar belanja lebih tepat sasaran dengan mendahulukan sektor-sektor prioritas.

Menurut Josua, bansos juga harus diberikan kepada kelompok desil 5-6 atau berpenghasilan menengah karena mereka juga terdampak akibat krisis pangan maupun energi yang terjadi di tingkat global. "Potensi penurunan konsumsi akan tetap ada, untuk yang menengah (desil 5-6) pastinya akan mengurangi belanja lainnya, atau dia menggunakan tabungannya," kata Josua seperti dikutip dari Antara.

Sementara dari sisi moneter, Josua menyebut Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter dapat menaikkan suku bunga lagi untuk menjaga tingkat inflasi domestik, khususnya inflasi inti yang ditargetkan kembali di bawah 4 persen pada tahun depan. "Inflasi inti inilah yang merupakan acuan atau indikator yang terus dipantau oleh Bank Indonesia (BI), dan ini menjadi acuan suku bunga ke depannya," kata Josua.

Para pemangku kepentingan dalam menetapkan kebijakan juga harus memperhatikan dampaknya ke pelaku usaha, baik usaha besar maupun Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Para pelaku usaha, jelasnya, harus diberikan kemudahan dalam menjangkau pembiayaan dari lembaga keuangan karena berkat mereka perekonomian nasional dapat terus bergerak.

Pada kesempatan lain, Pengamat Ekonomi dari Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B Suhartoko, mengatakan sulit untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi dalam masa pemulihan karena ketidakpastian, ketidakstabilan, ancaman inflasi terhambatnya rantai pasok, serta potensi melemahnya nilai tukar rupiah yang akan mendorong kebijakan jangka pendek diarahkan ke pro stabilitas.

"Kebijakan fiskal pada akhirnya dikunci untuk mengurangi defisitnya, namun di tengah melemahnya daya beli masyarakat marginal, nampak realokasi anggaran dengan sistem dan pengawasan yang ketat mutlak dilakukan," kata Suhartoko.

Dari sisi moneter, kebijakan pro stabilisasi akan mendorong suku bunga untuk naik yang tentu saja akan mengerem pertumbuhan.

Inflasi Meningkat

Sementara itu, Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan tantangan pemerintah saat ini adalah menstabilkan kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian.

Selain itu, perlu insentif fiskal untuk dorong hilirisasi industri agar lapangan pekerjaan lebih banyak lagi dan nilai ekspor meningkat. Kemudian, pengeluaran pemerintah juga bisa untuk mendorong ekonomi digital agar bisa bekerja dengan lebih efisien dan efektif.

Untuk kebijakan moneter, kata Esther, harus fokus pada stabilisasi harga dengan berbagai instrumen moneter karena ada kecenderungan inflasi meningkat. "Instrumen moneter yang digunakan bisa berupa kenaikan suku bunga, operasi pasar, dan lain-lain. Sementara kebijakan fiskal diharapkan lebih pada pengeluaran pemerintah untuk mempertahankan daya beli masyarakat berupa bansos," kata Esther.

Pakar Ekonomi dari Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI), Surabaya, Leo Herlambang, mengatakan agar stabilitas terjaga, pemerintah bersama otoritas moneter harus mengarahkan kebijakan moneter dan fiskal untuk menjaga ketersediaan barang dan jasa di market.

"Hal yang terpenting dalam ekonomi itu adalah ketersediaan untuk menjalankan ekonomi itu sendiri. Meskipun mahal, tapi dengan ketersediaan akan menahan gejolak, dan kenaikan yang terjadi masih terpantau," kata Leo.

Selain itu, kebijakan yang diambil tidak kontraproduktif, dan harus mendukung situasi yang kekinian.

Baca Juga: