Jika BI gagal menahan pelemahan rupiah terhadap dollar AS maka akan menyulitkan masyarakat.

JAKARTA - Untuk meredam nilai tukar rupiah yang semakin tidak terkendali, Bank Indonesia (BI) diperkirakan tidak hanya mengandalkan intervensi, tetapi juga akan menaikkan suku bunga acuan BI7days Reverse Repo Rate.

Community Lead Indo Premier Sekuritas (IPOT), Angga Septianus, menyarankan kepada para pelaku pasar untuk mencermati dua sentimen selama pekan ini, yaitu suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dan inflasi Personal Consumption Expenditure (PCE) Amerika Serikat (AS).

Berkaitan dengan sentimen suku bunga, dia menyarankan BI untuk menaikkan suku bunga minimal 25 basis poin (bps) atau 0,25 persen dalam pertemuan bulanan pada Rabu (24/4). Usulan itu bertujuan guna menstabilkan mata uang rupiah yang tembus melampaui 16.200 per dollar AS.

"Dia pun memprediksi akan ada dua kali kenaikan (suku bunga BI) di kuartal kedua tahun ini untuk meredam penguatan dollar AS. Jadi, hindari saham-saham yang terbebani suku bunga," kata Angga di Jakarta, Senin (22/4).

Sementara yang berkaitan dengan sentimen inflasi PCE AS, Angga memperkirakan indikator inflasi setelah Consumer Price Index (CPI) yaitu PCE AS akan meningkat menjadi 2,6 persen dibandingkan bulan lalu yang sebesar 2,5 persen, sehingga semakin memudarkan probabilitas pemotongan suku bunga jangka pendek.

Angga juga menjelaskan bahwa terdapat empat sentimen yang menopang pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pekan lalu, di antaranya pernyataan Ketua the Fed Jerome Powell, pelemahan rupiah terhadap dollar AS, kenaikan harga komoditas, dan pergerakan investor asing.

Terkait statement Gubernur Bank Sentral AS, dia menjelaskan bahwa Jerome Powell dalam pidatonya menyebut akan menunggu lebih lama dibandingkan antisipasi sebelumnya, untuk menurunkan suku bunga setelah rangkaian rilis data inflasi AS yang tercatat tetap tinggi.

"Powell menunjuk pada kurangnya kemajuan tambahan yang dicapai mengenai inflasi setelah penurunan cepat yang terlihat pada akhir tahun lalu. Ia juga mencatat bahwa kemungkinan akan membutuhkan lebih banyak waktu bagi para pejabat untuk mendapatkan keyakinan yang diperlukan bahwa inflasi AS mengarah ke sasaran the Fed sebesar 2 persen," kata Angga.

Soal sentimen yang menyebabkan rupiah merosot terhadap terhadap dollar AS, dia mengatakan harga berbagai jenis barang di pasaran berpotensi meningkat seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah yang menembus level 16.200 per dollar AS, seiring adanya potensi kenaikan biaya produksi.

"Terlebih untuk meredam stabilitas kurs rupiah, BI sendiri telah menggelontorkan cadangan devisa (cadev) untuk meredakan pelemahan nilai tukar rupiah sekitar 250 juta dollar AS per hari atau sekitar empat triliun rupiah," katanya.

Menurutnya, dampak pelemahan rupiah tersebut yaitu menyebabkan kenaikan pada harga barang baku impor, kenaikan harga, dan inflasi di masyarakat.

"Hal itu ditambah dengan penurunan ekspor 9,45 persen (yoy) dan imbas dari penurunan nilai ekspor komoditas unggulan, seperti batu bara, besi dan baja, serta CPO dan turunannya. Ekspor ke Tiongkok juga turut mengalami penurunan," katanya.

Wajib Hukumnya

Pada kesempatan berbeda, pengamat ekonomi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Y Sri Susilo, sepakat bahwa semestinya BI menaikkan suku bunga acuan minimal sebesar 25 basis poin, karena situasi dunia yang penuh ketidakpastian sehingga otoritas moneter harus memberi sinyal kepastian kepada pasar.

"Sinyal kepada pasar bahwa memegang rupiah itu aman menjadi sangat penting di tengah ketidakpastian. Pekan lalu, saya mengatakan kenaikan suku bunga acuan hukumnya wajib bagi BI di situasi sekarang," katanya saat dihubungi kemarin.

Kenaikan BI Rate, menurut Susilo, dapat mencegah semakin besarnya capital outflow. Apalagi dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang memberi kepastian mengenai suksesi kekuasaan di Indonesia.

"Tekanan pada rupiah harus diatasi dengan agresif, salah satunya kenaikan suku bunga acuan. Jangan ditunda lagi, lebih susah untuk mengendalikan kalau sudah melewati batas psikologis. Mumpung sekarang ini ada sinyal baik kepastian politik, moneter harus bergerak cepat memberi sinyal kuat bahwa rupiah itu aman," tandas Susilo.

Sementara itu, Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi, mengatakan selain menaikkan suku bunga acuan, BI juga perlu menerbitkan instrumen investasi yang sesuai market untuk menarik modal asing masuk ke Indonesia.

Jika BI gagal menahan penguatan dollar AS atas rupiah maka itu bisa menyulitkan perekonomian masyarakat. "Harga-harga pasti naik dan inflasi sulit dikendalikan," tegasnya.

Baca Juga: