JAKARTA - Blok perdagangan baru di Asia Pasifik yaitu Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang dibentuk oleh 15 negara, yaitu 10 negara Asia Tenggara ditambah Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, dan Australia, serta Selandia Baru berpotensi rapuh tanpa kehadiran Amerika Serikat (AS) dan India yang menarik diri sejak 2019 lalu saat masa pembahasan.

Potensi rapuhnya blok perdagangan terbesar dunia itu karena bakal terjadi persaingan yang melibatkan sesama anggotanya, terutama Tiongkok dengan negara-negara Asean. Seandainya AS ikut bergabung, maka negara-negara Asean akan punya pasar untuk komoditas-komoditas ekspor mereka. Tanpa AS, otomatis negara-negara Asean akan berkompetisi dengan Tiongkok yang cenderung sebagai produsen pesaing negara-negara Asean.

Apalagi, Tiongkok lebih banyak sebagai pengimpor hasil tambang dan bahan baku seperti karet dan minyak sawit, bukan barang jadi.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Atmajaya, Y.B Suhartoko, mengatakan tantangan dalam blok perdagangan baru itu adalah soliditas di antara negara-negara anggotanya, jangan sampai pengaruh Tiongkok terlalu dominan. Sebab, bagaimana pun beberapa negara RCEP seperti Korea Selatan dan Jepang merupakan sekutu kuat AS sehingga pertimbangan untung rugi ekonomi dan politik akan sangat mewarnai.

"Bagi Indonesia, negara-negara Asean, Tiongkok, dan Jepang merupakan tujuan ekspor terbesar. Oleh karena itu momentum untuk meningkatkan dan memperluas negara tujuan ekspor harus dilakukan ke Australia, Selandia Baru, dan Korsel," kata Suhartoko.

Peneliti Ekonomi Indef, Ahmad Heri Firdaus, mengaku seandainya Amerika Serikat dan India ikut bergabung, maka RCEP akan menjadi blok perdagangan yang sangat besar karena pangsanya jauh lebih besar dari saat ini 30 persen penduduk dunia.

Saat ini, jelas Heri, pemerintah harus membuat strategi untuk memperkuat ekspor dengan memacu kualitas agar kompetitif dengan produk negara-negara lainnya.

Sulit Dibujuk

Sementara itu, Ekonom dari Center for Strategic for International Studies (CSIS), Fajar Hirawan, mengatakan bahwa saat ini India memang fokus pada ekonomi domestiknya, sehingga negara-negara yang tergabung dalam RCEP agak sulit untuk membujuk negara di kawasan Asia Selatan itu.

India, terang Fajar, benar-benar menghitung pasarnya kendati dia menyadari bahwa dengan bergabung ke RCEP akan mendapat banyak fasilitas atau kemudahan pasar. Keputusan untuk menarik diri membuat negara itu kehilangan banyak kemudahan akses pasar.

"Tetapi, dengan ditekennya kerja sama dagang ini (RCEP), setidaknya memberitahu dunia bahwa kerja sama multilateral tetap menarik di tengah menguatnya populisme seperti di AS," kata Fajar.

Sebelumnya, Kamar Dagang AS menyatakan negaranya tertinggal dengan perjanjian RCEP, namun mereka menyarankan untuk tidak bergabung karena tanpa perjanjian tersebut, ekspor mereka ke Asia Pasifik sudah tumbuh. ers/E-9

Baca Juga: