JAKARTA - Penurunan tipis rasio gini dari 0,385 pada September 2020 menjadi 0,384 pada Maret 2021 bukan mengindikasikan secara mutlak kalau derajat ketimpangan pengeluaran turun. Sebab, saat ini di daerah perdesaan masih dalam suasana panen, stok pangan masih banyak, sehingga pengeluaran di lapisan masyarakat bawah lebih baik dan terjaga, dibanding keadaan bulan September 2020 yang masih dalam suasana panik pandemi.

Ekonom STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko, mengatakan dalam kondisi seperti saat ini, gugus tugas Covid-19 tidak hanya melakukan pendekatan medis, namun juga sekaligus mengoordinir penanganan ekonomi kelas terbawah. Jangan hanya melalui kebijakan fiskal dan bantuan pemerintah seperti selama ini, tetapi juga memformat gerakan gotong royong.

Meskipun akhir-akhir ini banyak kasus kematian yang dilaporkan karena terjangkit Covid-19, namun tidak sedikit pula yang meninggal karena kemiskinan. "Ketimpangan pengeluaran ini harus dicermati, bagaimana agar kelimpok masyarakat paling bawah tetap bisa makan. Jangan sampai mereka mati karena miskin," kata Aditya.

Dalam kesempatan berbeda, Pakar Sosiologi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Tuti Budirahayu, mengatakan bahwa pemerintah jangan cepat berpuas diri atas catatan BPS tentang penurunan ketimpangan pengeluaran di perdesaan, bahkan dengan peningkatan di perkotaan.

"Ini bukan berarti yang di desa stabil. Itu sebenarnya adalah gambaran semu, karena selama ini ibarat mengemudi mobil di kota selalu pakai gigi 4-5, tapi di desa yang pertumbuhannya lambat selalu pakai gigi 1-2," kata Tuti.

Hasil survei itu, jelasnya, wajar karena selama ini pertumbuhan di kota tinggi sehingga pandemi lebih terasa dampaknya, sedangkan di desa dari dulu memang lambat jalannya. Kenyataannya, saat ini kemiskinan masih lebih banyak di perdesaan daripada di kota.

"Pemerintah harus tetap memperhatikan pembangunan di desa. Dengan banyaknya roda ekonomi yang terhenti di kota, dan mendorong orang untuk pulang kampung, maka sekarang adalah momen untuk menghidupkan perekomian desa agar mereka bisa punya penghasilan kembali. Ini sekaligus jadi momentum untuk meningkatkan pemerataan bagi masyarakat desa," pungkasnya.

Sebelumya, Kepala BPS, Margo Yuwono, pada Kamis (15/7), mengatakan rasio gini dengan nilai antara 0 sampai 1 menunjukkan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk, di mana semakin mendekati 1 berarti pengeluaran penduduk semakin timpang.

Pada Maret 2021, rasio gini di perkotaan meningkat menjadi 0,401 dari 0,399 pada September 2020, sedangkan rasio gini di pedesaan menurun dari 0,319 menjadi 0,315.

"Untuk sebaran per provinsi, kenaikan rasio gini tertinggi terjadi Jawa Barat dan penurunan terbesar terjadi di Kalimantan Selatan. Rasio gini di Jawa Barat meningkat 0,014 poin, sedangkan di Kalimantan Selatan turun 0,021 poin," kata Margo.

Menurut Margo, penurunan rasio gini nasional disebabkan oleh penurunan angka penduduk miskin pada Maret 2021 karena perekonomian mulai pulih. BPS, tambahnya, mencatat DI Yogyakarta sebagai provinsi dengan ketimpangan tertinggi dengan rasio gini 0,441.

Selain Yogyakarta, lima provinsi lain dengan rasio gini lebih tinggi dari nasional, yaitu Jawa Barat (0,412), Jakarta (0,409), Gorontalo (0,408), Papua (0,397), dan Sulawesi Tenggara (0,390).

Sedangkan Provinsi Bangka Belitung memiliki nilai rasio gini paling rendah atau pengeluaran penduduknya paling merata dibandingkan provinsi lain, dengan nilai 0,256. n YK/SB/E-9

Baca Juga: