Warga kembali memenuhi jalan-jalan di ibu kota Sri Lanka, menyusul keputusan parlemen memilih Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe sebagai presiden baru negara itu.

Dikutip Al Jazeera, ratusan pengunjuk rasa berkumpul di situs GotaGoGama di Kolombo pada Rabu (20/7). Mereka menolak untuk menerima Wickremesinghe, yang merupakan sekutu Presiden sebelumnya Gotabaya Rajapaksa, sebagai kepala negara baru. Mereka turut menganggap Wickremesinghe bertanggung jawab atas krisis ekonomi dan politik yang terjadi di Sri Lanka.

"Seperti yang Anda ketahui, parlemen memilih presiden baru hari ini, tetapi presiden itu bukan orang baru bagi kami, itu bukan mandat rakyat," ujar Pemimpin Federasi Mahasiswa antar Universitas, Wasantha Mudalige.

Para pengunjuk rasa juga menuduh Wickremesinghe membuat mufakat jahat dengan keluarga Rajapaksa untuk mengalahkan saingan politiknya. Wickremesinghe sendiri berhasil menjadi Perdana Menteri Sri Lanka setelah ditunjuk langsung oleh Rajapaksa pada Mei.

Berdasarkan konstitusi, dirinya kemudian ditunjuk sebagai pejabat presiden, setelah Rajapaksa meninggalkan Sri Lanka beberapa waktu lalu.

"Kami berhasil mendepak Gotabaya Rajapaksa yang memperoleh 6,9 juta suara, tetapi Ranil Wickremesinghe kini telah mengamankan kursi itu dari kursi belakang. Ranil bukan presiden kita," ujat Mudalige menambahkan.

Dalam aksi protes itu para pembicara dari kalangan biksu Buddha, pendeta Katolik, mahasiswa dan seniman satu suara menolak untuk mendukung pilihan parlemen.

"Ranil Wickremesinghe harus tahu bahwa jutaan orang di jalanan jauh lebih besar dari 134 orang," kata seorang seniman, Jagath Manuwarna, merujuk pada 134 anggota parlemen yang memilih Wickremesinghe.

Melani Gunathilake, seorang aktivis terkemuka, mengatakan para pemuda saat ini sedang menyusun kembali strategi protes untuk memukul mundur Wickremesinghe. Para pengunjuk rasa merasa dikhianati oleh parlemen, ia bahkan menyebut sosok Wickremesinghe "licik".

"Kami tahu betul Ranil Wickremesinghe tidak sama dengan Gotabaya Rajapaksa. Dia adalah orang yang lebih licik," ujar Gunathilake, dilansir dari Al Jazeera.

"Sri Lanka pantas mendapatkan pemimpin yang benar-benar peduli pada rakyatnya, bukan seseorang yang memikirkan masa depan politiknya," tambahnya.

Namun, seorang analis yang berbicara dengan syarat anonim justru mengatakan, sulit untuk mengorganisir aksi protes lanjutan karena banyak demonstran di Kolombo dan daerah perkotaan lainnya adalah kelas menengah sehingga kecil kemungkinannya untuk terus melakukan aksi protes jika kondisi ekonomi membaik di bawah pemerintahan Wickremesinghe.

Wickremesinghe sendiri dijadwalkan mengambil sumpah sebagai presiden Sri Lanka pada Kamis (21/7) pagi, dengan masa jabatan kepresidenan yang berlangsung hingga 2024.

Setelah ia resmi menjabat sebagai presiden, jabatan perdana menteri otomatis kosong dan kabinet menteri akan dibubarkan. Wickremesinghe juga akan mengundurkan diri sebagai anggota parlemen.

Wickremesinghe dikabarkan akan fokus menemukan kandidat yang cocok untuk perdana menteri dalam pemerintahannya.

Pada Rabu (20/7), ia meminta oposisi untuk mengesampingkan perpecahan mereka dan bekerja sama untuk mengatasi kekurangan makanan, bahan bakar, dan obat-obatan.

"Sekarang setelah pemilihan selesai, kita harus mengakhiri perpecahan ini," katanya.

Baca Juga: