YOGYAKARTA - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada, Prof Zainal Arifin Mochtar, kecewa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengujian Undang-Undang 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu.
"Saya mohon maaf yang mulia dan memberikan catatan karena kekecewaan saya terhadap putusan MK terdahulu," kata Prof Zainal Arifin Mochtar di sela-sela sidang MK, di Jakarta, Kamis (5/8).
Sidang virtual itu menyangkut perkara nomor 91/PUU-XVIII/2020 uji formil UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap UUD 1945. Menurut dia, Majelis Hakim MK meninggalkan konsep ajaran konstitusionalitas secara materi atau etik moral konstitusional itu sendiri.
Sebab yang banyak dibahas hanya terpenuhinya aspek formal. Misalnya, ketika sudah ada diskusi tentang UU KPK. Padahal, sebagai contoh, ketika diskusi UU KPK di Universitas Gadjah Mada dan Universitas Andalas terjadi penolakan besar-besaran terhadap tim DPR yang datang di dua kampus itu.
"Pada saat itu tim DPR menandatangani surat tidak akan melanjutkan perubahan Undang-Undang KPK," ujar Zainal. Kemudian, bagaimana mungkin aspek formil tersebut dipakai untuk membenarkan terpenuhinya proses pembentukan UU dalam konteks penyerapan aspirasi masyarakat.
Zainal mengatakan sengaja menyinggung UU KPK dalam perkara uji formil UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dengan tujuan agar Majelis Hakim bisa melihat lebih detail tentang aspek materi dan formil serta moralitas konstitusional. Zainal sendiri mengaku pesimistis terhadap uji formil UU Cipta Kerja, jika cara pengujian majelis hakim sama dengan uji formil sebelumnya.