Situasi bentrokan di Myanmar masih terus berlanjut dan tampaknya serangan dari kekuatan aliansi kelompok etnis minoritas berhasil mengalahkan kekuatan tentara junta di sejumlah negara bagian di wilayah perbatasan.

YANGON - Sebuah batalion infanteri ringan junta Myanmar dengan kekuatan lebih dari 120 tentara, dilaporkan telah menyerahkan diri kepada pasukan pemberontak etnis di Negara Bagian Shan utara pada Minggu (12/11) lalu. Penyerahan diri ini merupakan yang kedua kalinya dalam dua pekan terakhir

Seluruh anggota Batalion Infanteri Ringan 129, termasuk komandannya, dan 134 anggota keluarga mereka, menyerah pada Minggu kepada Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA), kata juru bicara kelompok pemberontak.

"Kami menyambut baik tentara junta yang telah menyerah kepada kami," kata juru bicara MNDAA, Li Kyarwen.

"Kami juga akan menjaga mereka. Korban luka mendapatkan perawatan medis. Kami telah dengan aman mengangkut mereka ke tujuan yang diharapkan," imbuh dia.

Batalion junta yang menyerahkan diri itu bermarkas di dekat perbatasan dengan Tiongkok di Laukkaing, salah satu dari sekitar setengah lusin wilayah di Negara Bagian Shan yang menjadi sasaran serangan militer terkoordinasi yang diluncurkan bulan lalu oleh aliansi tiga tentara etnis.

Sebelumnya pada 30 Oktober lalu, seluruh 41 anggota Batalion Infanteri Ringan 143, termasuk seorang wakil komandan dan dua komandan kompi, menyerah kepada MNDAA di Kotapraja Kunlong di Shan.

Laporan perkembangan terakhir dari bentrokan bersenjata di wilayah perbatasan Myanmar menunjukkan bahwa aliansi yang terdiri dari MNDAA, Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang di Negara Bagian Shan, dan Tentara Arakan di Negara Bagian Rakhine, telah merebut sekitar 150 kamp militer dalam pertempuran di seluruh Negara Bagian Shan, sehingga menimbulkan kekhawatiran di kalangan petinggi militer.

Pada Minggu, junta pun mengumumkan darurat militer di delapan kota di Negara Bagian Shan, termasuk Laukkaing.

Pada Senin (13/11) lalu, pasukan Junta juga menderita kerugian dalam pertempuran di dekat perbatasan India di Negara Bagian Chin, Myanmar barat, setelah lebih dari 40 tentara junta melarikan diri melintasi perbatasan dan kemudian diserahkan kembali ke otoritas Myanmar oleh pasukan India.

Selain itu, pertempuran antara Tentara Arakan dan pasukan junta di Negara Bagian Rakhine semakin meningkat dalam beberapa hari terakhir. Dan di timur laut Myanmar, Pasukan Pertahanan Nasional Karenni menargetkan pangkalan junta di Universitas Loikaw dan sebuah penjara di ibu kota Negara Bagian Kayah pada Sabtu (11/11) lalu.

Laporan PBB

Sementara itu pada Rabu (15/11), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan lebih dari 200.000 orang terpaksa harus mengungsi akibat pertempuran di Myanmar setelah aliansi kelompok etnis minoritas melancarkan serangan terhadap militer bulan lalu.

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (UNOCHA) mengatakan bahwa lebih dari 200.000 orang di Negara Bagian Shan, Chin, Kayah dan Mon, serta wilayah Sagaing secara paksa telah mengungsi akibat pertempuran tersebut.

"Setidaknya ada 75 warga sipil termasuk anak-anak tewas dan 94 orang terluka dalam pertempuran itu," kata UNOCHA.

UNOCHA juga melaporkan bahwa kedua belah pihak yang bertikai telah mendirikan pos pemeriksaan di jalan-jalan yang mereka kendalikan di Negara Bagian Shan dan komunikasi seluler masih terputus-putus di luar kota utama Lashio, sehingga menghambat pengiriman bantuan.

"Junta telah memberlakukan darurat militer di beberapa kota di negara bagian tersebut, sehingga semakin menghambat upaya bantuan," ungkap UNOCHA. AFP/RFA/I-1

Baca Juga: