JAKARTA - Direktur Penyaluran Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) Edi Wibowo mengatakan, untuk mendukung petani swadaya, solusi Pemerintah salah satunya melalui program penanaman kembali sawit rakyat besar-besaran yang bertujuan untuk membantu petani swadaya.

Langkah tersebut untuk memperbaharui perkebunan kelapa sawitnya dengan kelapa sawit yang lebih berkelanjutan dan berkualitas dan mengurangi risiko pembukaan lahan ilegal (Penggunaan Lahan, Perubahan Penggunaan Lahan dan Kehutanan -LULUCF). Target pada 2021, replanting perkebunan sawit rakyat seluas 180 ribu hektar dengan kesiapan pendapanaan mencapai 5,56 triliun rupiah

Namun demikian, untuk memperoleh dukungan tersebut petani harus clean and clear terutama mengenai legalitas. "Petani sawit swadaya yang berpartisipasi dalam program ini harus mengikuti aspek legalitas tanah. Mereka yang tidak, akan menerima bantuan hak," katanya dalam diskusi bertajuk "meningkatkan Peranan Petani Sawit Rakyat Melalu Subsidi Replanting dan Subsidi Sarana Prasarana di Jakarta, Rabu (28/4).

Lantas untuk peremajaan sawit itu betujuan untuk meningkatkan produktivitas, dimana standar produktivitas untuk program penanaman kembali dikisaran 10 ton tandan buah segar per hektar per tahun dengan kepadatan tanaman <80 pohon per hektar.

Lebih lanjut tutur Edi, untuk memastikan prinsip keberlanjutan, peserta program ini diharuskan untuk mendapatkan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) pada panen pertama. "Program penanaman kembali mengikuti prinsip-prinsip keberlanjutan, yang meliputi: tanah, konservasi, lingkungan dan lembaga," kata Edi.

Sementara rogram Pengembangan Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit, dimaksudkan untuk peningkatan produksi, produktivitas dan mutu hasil perkebunan kelapa sawit, meliputi bantuan benih pupuk, pestisida, alat apska panen, jalan kebun dan akses ke jalan umum dan atau ke pelabuhan, alat transportasi, alat pertanian, pembentukan infrastruktur pasar, serta verifikasi/oenelurusan teknis.

Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus darto mengatakan sejatinya peremajaan sawit adalah upaya peningkatan kesejahteraan petani melalui peningkatan produktivitas, sekaligus untuk memperkuat aspek sustainability kelapa sawit Indonesia dengan memaksimalkan existing plantation melalui peningkatan yield dan mencegah pembukaan lahan baru/ deforestasi.

Sampai saat ini kata Darto, untuk mempermudah menerima dana bantuan BPDP-KS, syarat telah pula disederhanakan dari 16 syarat menjadi 2 syarat. Kendati sudah ada kemudahan yang diberikan namun demikian, masih ada yang perlu dikritis, seperti kata Darto, target peremajan sawit rakyat (PSR) dari tahun 2017 sampai 2022 yang mencapai 725 ribu hektar itu diukur dari mana, apalagi tiap tahun muncul target yang seolah-olah diketahui tempat dan wilayah PSR akan dilakukan.

"Tetapi sayangnya dari sisi capaian dan target, setiap tahun hampir gagal. Termasuk pelibatan Lembaga surveyor, belum ada sisi pencapaian dari target yang ada, bahkan dana PSR hingga 2020 hanya mencapai 5,5 triliun rupiah dan berbanding jauh dengan Biodiesel yang mencapai 57,27 triliun rupiah," kata Darto.

Tutur Darto, sebenarnya petani masih banyak yang belum memahami program PSR. Dampaknya, mereka melakukan peremajaan secara mandiri tanpa melalui program. Saat ini bahkan petani sawit swadaya masih berpencar-pencar dan tidak adanya kelembagaan tani.

"Pendampingan kurang memadai karena SDM dan pendanaan yang minim di tingkat kabupaten/ dinas. Belum ada real data misalnya siapa, dimana, jenis lahan, dan tahun tanam berapa, di level pemerintah. Lantas, beberapa pendamping desa untuk PSR; tidak dibayar, termasuk luas lahan hanya skala kecil sekitar 2 ha, jika di remajakan-akan hilang pendapatan petani," katanya.

Sebab itu ke depan untuk Program PSR, Darto mengusulkan, adanya penambahan dana PSR dari 30 juta per hektare menjadi 50 juta per hectare untuk menghindari piutang ke bank, kemudian pengadaan dana pra-kondisi PSR untuk petani swadaya murni.

Baca Juga: