» Pasar domestik yang tidak boleh menjadi korban unfair practices dari perdagangan dunia.

» Praktik predatory pricing perlu diwaspadai agar tidak membunuh pelaku usaha kecil.

BOGOR - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) XVII Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) kembali menekankan kepada jajarannya untuk meningkatkan pemakaian produksi dalam negeri. Permintaan itu untuk mengoptimalkan pasar dalam negeri dan daya beli masyarakat yang besar guna mendongkrak perekonomian nasional.

"Saya juga selalu menyampaikan kepada kementerian dan lembaga, kepada BUMN untuk memperbesar Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Jangan sampai proyek-proyek pemerintah, proyeknya BUMN masih memakai barang-barang impor. Kalau itu bisa dikunci, akan menaikkan permintaan produk dalam negeri yang tidak kecil," tegas Presiden di Istana Bogor, Jumat (5/3).

Selain itu, Kepala Negara juga mengajak masyarakat untuk cinta dan bangga terhadap produk nasional.

Jokowi menjelaskan jumlah penduduk sebanyak 270 juta jiwa lebih menjadikan Indonesia memiliki pasar domestik yang sangat besar. Daya beli rakyat juga sangat besar, indeks konsumsi konsumen terus meningkat ke 84,9 persen pada Januari 2021, setelah sebelumnya turun 79 persen pada Oktober 2020.

"Konsumsi rumah tangga kita juga sudah menunjukkan sinyal positif," kata Presiden seperti dikutip dari laman Sekretaris Negara.

Selain itu, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia di tahun 2020 masuk 15 besar PDB dunia dan diprediksi sejumlah lembaga dunia akan menempati posisi 5 besar dengan PDB terkuat di dunia. Perekonomian Indonesia pada tahun 2021 ditargetkan tumbuh pada kisaran 4,5-5,5 persen.

"Perbaikan ekonomi Indonesia yang didukung dari sisi demand ini jangan sampai hanya menguntungkan produk dari luar negeri, tapi justru harus bisa meningkatkan konsumsi produk dalam negeri agar tercipta efek domino, sehingga dorongan untuk menggerakkan roda ekonomi di dalam negeri semakin besar," kata Jokowi.

Agar konsumsi produk lokal meningkat, Kepala Negara menekankan perlunya peningkatan kualitas produk dengan harga yang kompetitif. "Produsen harus memperbaiki kualitasnya, packaging-nya, desainnya agar bisa mengikuti tren," kata Presiden.

"Predatory Pricing"

Gaung dari gerakan Bangga Buatan Indonesia, kata Jokowi, tetap menganut keterbukaan ekonomi. "Kita juga bukan bangsa yang menyukai proteksionisme karena sejarah membuktikan bahwa proteksionisme itu justru merugikan, tetapi kita juga tidak boleh menjadi korban unfair practices dari perdagangan dunia," tegas Presiden.

Indonesia juga mengundang investasi dan teknologi maju agar dapat membuka lapangan kerja seluas-luasnya dan alih teknologi. Namun, hal tersebut diarahkan ke dalam kerja sama yang saling menguntungkan.

"Kita ingin maju bersama-sama. Jangan mereka dapat untung, kita jadi penonton. Oleh sebab itu, selalu tadi saya sampaikan partner-kan dengan swasta, kita partner-kan dengan pengusaha daerah, partner-kan dengan BUMN," tegas Kepala Negara.

Presiden juga menekankan agar jangan sampai terjadi praktik-praktik perdagangan yang tidak adil, apalagi sampai membahayakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

"Sekarang ini banyak praktik-praktik predatory pricing, hati-hati dengan ini, bisa membunuh yang kecil-kecil. Itu yang sudah berkali-kali juga saya sampaikan pada Menteri Perdagangan agar ini betul-betul dipagari," kata Jokowi.

Secara terpisah, Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, mengatakan makna benci produk impor yang disampaikan Presiden Jokowi adalah produk impor yang dijual di Indonesia, namun tidak memenuhi tata niaga yang tertib.

Dalam praktiknya banyak terjadi di platform perdagangan digital (e-commerce) dengan menjual harga yang lebih murah dari produk lokal, padahal produknya dari hasil meniru produk lokal dengan menggunakan kecerdasan buatan atau artificial intelligence. Praktik predatory pricing tersebut mematikan produk lokal.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi, Bhima Yudhistira, mengatakan konsumen di Indonesia sudah dimanjakan barang impor yang murah. Platform e-commerce malah menyuburkan barang impor.

"Sekarang impor bisa door to door dan tidak ada kebijakan konkret untuk kendalikan porsi barang impor di e-commerce," kata Bhima.

n ers/E-9

Baca Juga: