Stunting adalah kondisi ketika anak mengalami gangguan pertumbuhan karena kekurangan nutrisi dan zat gizi selama masa pertumbuhan dan perkembangan. Kondisi ini dapat berdampak buruk pada kesehatan dan kecerdasan anak, bahkan hingga masa dewasa.
JAKARTA - Problematika stunting masih menjadi perhatian global yang membutuhkan upaya kolaboratif dari berbagai pihak untuk menyelesaikannya. Mengingat urgensi mengatasistuntingatau tengkes maka tema "Protein Hewani Cegah Stunting" digunakan Kementerian Kesehatan untuk memperingati Hari Gizi Nasional Indonesia setiap 28 Februari.
Pada tahun 2013, Indonesia pernah menjadi salah satu negara dengan jumlah stunting tertinggi di dunia. Data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa angka stunting di Indonesia mencapai 37,2 persen. Angka ini menunjukkan bahwa saat itu hampir 9 juta anak di Indonesia mengalamistunting atau gagal tumbuh.
Beruntung data stunting di Indonesia selama dasawarsa terakhir mengalami penurunan. Berdasarkan laporan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), tahun 2013 sebesar 37,2 persen, tahun 2018 sebanyak 30,8 persen, dan tahun 2020 mencapai 27,7 persen, tahun 2022 turun menjadi 21,6 persen.
Stunting adalah kondisi ketika anak mengalami gangguan pertumbuhan karena kekurangan nutrisi dan zat gizi selama masa pertumbuhan dan perkembangan. Kondisi ini dapat berdampak buruk pada kesehatan dan kecerdasan anak, bahkan hingga masa dewasa.
Untuk mengatasi masalah stunting, perlu dilakukan kolaborasi antara pemerintah, orang tua, sektor industri, swasta, media, akademisi, pembuat kebijakan, dan masyarakat. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan memperhatikan asupan protein hewani pada anak.
Protein merupakan salah satu nutrisi penting yang diperlukan tubuh, terutama pada masa pertumbuhan. Kekurangan asupan protein dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, salah satunya stunting.
Sumber protein hewani yang baik untuk anak-anak, antara lain, telur, daging, ikan, dan produk susu. Protein hewani mengandung asam amino esensial yang sangat dibutuhkan tubuh dan memiliki kualitas protein yang lebih tinggi daripada sumber protein nabati.
Meskipun begitu, tidak semua orang mampu memenuhi kebutuhan protein hewani. Beberapa faktor seperti harga yang mahal dan ketersediaan yang terbatas menjadi hambatan untuk mengonsumsi protein hewani.
Oleh karena itu, perlu adanya dukungan dari pemerintah dan sektor industri untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber protein hewani.
Pemerintah dapat memberikan insentif kepada produsen protein hewani dan menurunkan tarif impor untuk mempermudah akses masyarakat terhadap sumber protein hewani.
Selain itu, pemerintah juga dapat memberikan program bantuan gizi pada keluarga yang kurang mampu. Program tersebut dapat berupa bantuan dana atau paket bantuan gizi berupa susu, telur, atau daging.
Orang tua juga memiliki peran penting dalam menjaga asupan protein hewani pada anak. Orang tua dapat memperkenalkan berbagai sumber protein hewani pada anak sejak dini, seperti telur, ikan, dan produk susu. Selain itu, orang tua juga dapat memasak makanan dengan cara yang sehat dan menggugah selera anak untuk mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi.
Selain memperhatikan asupan protein hewani, penting juga untuk memperhatikan asupan nutrisi lainnya seperti vitamin dan mineral. Nutrisi lainnya seperti zat besi, kalsium, dan vitamin D juga sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.
Urgensi mengatasi stunting
Perbandingan kondisi stunting di Indonesia dengan negara-negara maju lainnya menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki angka stunting yang sangat tinggi.
Menurut data tahun 2020-2021 dari World Health Organization (WHO), prevalensi stunting pada anak di Indonesia sekitar 27,7 persen, yang berarti sekitar 9,3 juta balita mengalami tengkes. Angka ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-19 dari 36 negara di Asia yang mengalami stunting dengan prevalensi tertinggi di Asia Selatan dan Asia Timur.
Berbagai negara menunjukkan variasi angka stunting. Misalnya, Amerika Serikat (5,5 persen) Jepang (3,3 persen), Inggris (3,2 persen), Singapura (2,4 persen), Australia (6,8 persen ), China (6,7 persen), Malaysia (19,9 persen), dan Thailand (9,9 persen). Prevalensi stunting Indonesia masih di bawah India (37,9 persen) dan Bangladesh (28,8 persen).
Berdasarkan data tersebut, jelas bahwa pemerintah beserta masyarakat Indonesia perlu melakukan upaya serius untuk mengatasi masalah stunting. Satu dari banyak solusi yang dapat diambil adalah dengan meningkatkan konsumsi protein hewani.
Hal ini dikarenakan protein hewani mengandung asam amino esensial yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh manusia sendiri dan dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.
Namun, peningkatan konsumsi protein hewani tidak dapat dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat secara sendiri-sendiri. Dibutuhkan kolaborasi antara berbagai pihak, seperti sektor industri, swasta, media, akademisi, pembuat kebijakan, dan masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut.
Sektor industri dapat berperan dalam meningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas pangan yang sehat dan bergizi, termasuk sumber protein hewani yang terjangkau.
Swasta juga dapat memberikan kontribusi melalui program corporate social responsibility (CSR) yang fokus pada pemberian makanan sehat dan bergizi bagi masyarakat. Media dapat berperan dalam menyebarkan informasi mengenai pentingnya konsumsi protein hewani, sementara akademisi dapat melakukan penelitian dan studi terkait pemanfaatan protein hewani dalam pangan.
Pemerintah dan pembuat kebijakan juga harus terlibat aktif dalam menyelesaikan masalah stunting di Indonesia. Program-program yang dapat dijalankan seperti penyuluhan gizi, pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak, serta pengadaan makanan tambahan bagi anak balita dan ibu hamil yang kurang gizi.
Masyarakat juga harus mempunyai peran aktif dalam mengatasi tengkes, dengan cara meningkatkan kesadaran dan pengetahuan mengenai gizi seimbang dan dampak buruk dari tengkes. Selain itu, orang tua juga harus memperhatikan pola makan anak dan memberikan makanan sehat dan bergizi yang mencukupi.
Guna mengatasi stunting, kolaborasi antara pemerintah, sektor industri, swasta, media, akademisi, pembuat kebijakan, dan masyarakat sangat penting dan harus diimplementasikan secara serius.
Dengan upaya bersama, angka stunting di Indonesia diharapkan dapat menurun sehingga masa depan generasi penerus bangsa lebih cerah dan sehat.
*) dr. Dito Anurogo,M.Sc, sedang menempuh S-3 di Taipei Medical University Taiwan, dosen tetap FKIK Unismuh Makassar, Wakil Ketua Komisi Kesehatan Ditlitka PPI Dunia, penggagas "Dokter Rakyat" di Kampus Desa Indonesia, penulis puluhan buku dan trainer profesional berlisensi BNSP.