WASHINGTON DC - Banyak pengamat terus mencecar hasil pertemuan tingkat tinggi antara Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, dan pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong-un, bagi denuklirisasi sepenuhnya yang disepakati pada 12 Juni lalu di Singapura.

Mereka menyatakan setelah lewat dari 10 hari, sama sekali tak ada hasil berupa jadwal kepastian bagi aksi denuklirisasi, padahal setiba Trump di Washington DC pada pekan lalu, ia sempat sesumbar bahwa sudah tak ada lagi ancaman nuklir dari Korut. Pernyataan Trump itu dinilai masih terlalu dini dan spekulatif karena program persenjataan Korut masih terpasang.

"Masih banyak pekerjaan bagi para negosiator untuk menjabarkan rincian bagi harapan Pyongyang untuk melakukan perlucutan secara utuh, bisa diverifikasi, dan tak bisa dipulihkan," demikian ungkap seorang petinggi di pemerintahan AS pada Sabtu (23/6).

Sebelumnya para pengamat juga merasa kecewa karena pernyataan dari dua pemimpin negara AS dan Korut, amat singkat dan sama sekali tak memberikan kejelasan soal makna denuklirisasi, dan mereka takut Kim akan terus melakukan aksi pembangkangnya.

Sebelumnya Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, bersikeras menyatakan bahwa istilah denuklirisasi sepenuhnya sudah merangkum konsep bisa diverifikasi dan tak bisa dipulihkan. "Saya ada di sana (KTT Singapura) saat Kim mengatakannya. Ia telah berkomitmen dan mempertaruhkan reputasinya," kata Menlu Pompeo.

Sementara dalam pernyataan pada 12 Juni, Presiden Trump mengatakan proses denuklirisasi akan dimulai secepatnya dan mengatakan bahwa denuklirisasi total telah berlangsung. Namun pada 13 Juni, Trump berkata bahwa Kim Jong-un mengerti atas pentingnya (denuklirisasi) agar dilakukan secepatnya sembari menambahkan perlucutan senjata nuklir bisa rampung dalam dua setengah tahun.

Menurut pengamat senior dari Brookings Institution di Washington DC, Thomas Wright, bahwa pernyataan Pompeo dan Trump terkait denuklirisasi Korut merupakan hal yang amat naif yang pernah dilontarkan diplomat AS. "Saya harap mereka hendak mencoba mengecoh kita, karena jika mereka mempercayainya maka akan sangat menakutkan," kata Wright.

Ubah Materi Propaganda

Pada saat bersamaan, kantor berita BBC melaporkan bahwa semua poster anti-AS di Pyongyang sudah dicabut dan Korut telah mengubah materi propagandanya dengan menyuarakan bahwa perang tidak bermanfaat dan bakal merugikan siapapun yang terlibat di dalamnya.

Perubahan materi propaganda Korut terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Sebelumnya setiap spanduk dan poster yang dipajang di ibu kota dan kota-kota lainnya, menuliskan sosok AS sebagai penjajah yang brutal dan Korsel atau Jepang sebagai antek Washington DC.

Namun kini, sejumlah pengunjung di negara itu melihat bahwa poster-poster itu telah digantikan oleh propaganda yang isinya mendorong kemajuan ekonomi dan upaya mendekatkan antara Korsel-Korut. Beberapa surat kabar terkemuka yang selama ini dikontrol ketat oleh negara, juga memperlihatkan adanya pergeseran pada materi pemberitaannya.

Sebagian besar warga Korut memiliki akses sangat sedikit terhadap informasi, sehingga propaganda negara memiliki dampak yang jauh lebih besar jika dibandingkan negara-negara lain di dunia.

BBC/AFP/I-1/AR-3

Baca Juga: