JAKARTA - Indonesia bisa menjadi lumbung pangan dunia melalui program food estate yang telah dijalankan oleh pemerintah beberapa tahun belakangan. Karena itu, pemerintah perlu serius menanganinya.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Edi Santosa, menyebut food estate akan menjaga ketahanan pangan secara nasional ataupun global. Karena itu, dia berharap program food estate memiliki daya saing tinggi.

" food estate harus dibangun dengan daya saing, sehingga nantinya mendukung cita-cita Indonesia sebagai lumbung pangan dunia," katanya dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Kamis (21/7).

Pemerintah menetapkan wilayah food estate di dua provinsi yaitu Kalimantan Tengah, tepatnya Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas, serta Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, pemerintah juga akan memperluas program tersebut ke Provinsi Nusa Tenggara Timur, Sumatera Selatan, dan Papua.

Sebelumnya, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, Yadi Sofyan Noor, menyatakan pembangunan food estate di Kalimantan Tengah bisa menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara kuat di dunia. Menurut dia, program yang dikembangkan Kementerian Pertanian tersebut sudah menunjukkan kemajuan hasil yang maksimal.

Yadi menyebut rata-rata penyusutan lahan di Indonesia mencapai 150.000 hektare per tahun. Sementara data cetak sawah di bawah 100.000 hektare, tepatnya 60.000 per tahun. Namun dengan adanya food estate, kata dia, pencetakan sawah bertumbuh lebih cepat dan lebih maksimal.

Empat Pilar

Sebelumnya, Guru Besar IPB University, Dwi Andreas Santosa, memaparkan empat pilar yang bermanfaat untuk mendukung ketahanan pangan dan mewujudkan kawasan pangan food estate. "Kalau satu saja dari empat pilar tidak dipenuhi, maka (food estate) bisa gagal," kata Dwi Andreas.

Dia memaparkan pilar pertama adalah kesesuaian serta kelayakan tanah dan agroklimat wilayah food estate karena terkait dengan kesuburan tanah. Pilar kedua, tambah Andreas, adalah kesesuaian infrastruktur pertanian di wilayah sekitar untuk menunjang kebutuhan usaha tani.

Kemudian, pilar ketiga, yaitu kelayakan budi daya dan teknologi, terutama untuk memperkuat kualitas hasil tanam dan mengatasi persoalan hama. Selanjutnya, pilar keempat adalah kelayakan sosial-ekonomi, karena tingkat minat sumber daya manusia untuk mengelola lahan baru juga harus dipertimbangkan.

Sementara itu, berdasarkan sisi ekonomi, dia memaparkan lahan dinilai produktif bila mampu memenuhi produksi gabah minimal empat ton per hektare untuk jenis tanaman padi. "Perluasan lahan penting, tapi perlu biaya sangat besar supaya yang empat pilar tadi dipenuhi," ujar Dwi Andreas.

Baca Juga: