Pandemi Covid-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia, berdampak pada hampir setiap aspek kehidupan. Pada sektor pendidikan, sistem pembelajaran bertransformasi menjadi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Sistem itu berbasis dalam jaringan maupun luar jaringan, salah satunya melalui kerja sama dengan TVRI dan RRI untuk program belajar dari rumah (BDR).

Program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), khususnya TVRI, akan dipertahankan pada tahun 2021, bahkan sudah ada pengajuan anggaran sebesar 209 miliar rupiah untuk peningkatan kualitas program.

Namun, di sisi lain, efektivitas program BDR dipertanyakan mengingat televisi tidak efektif sebagai sumber belajar dan bahkan berpengaruh terhadap kesehatan dan kecerdasan siswa.

Untuk mengupas hal tersebut, Koran Jakarta mewawancarai Plt. Kepala Pusat Data dan Informasi Kemendikbud, M. Hasan Chabibie. Berikut petikan wawancaranya.

Bagaimana tanggapan Anda terkait anggapan PJJ saat ini belum maksimal?

Kalau kita membandingkan antara belajar-mengajar klasikal atau metode tatap muka dengan pendekatan pembelajaran secara digital yang kita laksanakan saat ini sangat sulit jika kita bicarakan secara apple to apple. Penekanannya, hampir setiap sektor telah terdampak pandemi Covid-19 dan tentu kita tidak ingin di sektor pendidikan terjadi lost generation learning, ada satu generasi yang kehilangan proses belajar.

Akhirnya, lahir kebijakan-kebijakan dan inisiatif-inisiatif untuk anak-anak kita. Perlu ditekankan pula untuk pembelajaran daring, masalah lainnya adalah ketersediaan infrastruktur internet. Selain itu, ada ketidaksiapan pemerintah pusat dan daerah yang belum siap menghadapi kondisi ini.

Menurut Anda, apakah program BDR di TVRI sudah efektif?

Siaran dan tayangan pendidikan kita kerja sama dengan RRI dan TVRI sebab biaya kuota internet mahal dan beberapa daerah tidak bisa mengakses jaringan internet. Jadi, kita bisa tayangkan siaran program-program pendidikan dan kerja sama dengan guru-guru hebat untuk menjaga pembelajaran.

Ikhtiar-ikhtiar itu sudah maksimal, tapi ada beberapa pihak yang belum tersentuh. Kita tidak bisa menggunakan satu pendekatan atau strategi karena beragam dan variatifnya kondisi di daerah.

TVRI memiliki 365 pemancar yang tersebar di 29 provinsi kabupaten/kota. Perlu diakui, memang ada lubang-lubang di TVRI yang terkadang sulit diselesaikan mengingat statusnya "plat merah" yang punya ketergantungan terhadap anggaran.

Apakah guru-guru terlibat dalam program BDR ini?

Kami punya duta rumah belajar itu 100 guru yang memiliki kemampuan spesial mengoptimalkan semua perangkat tik dalam pembelajaran. Semua serentak bekerja sama dengan RRI.

LPTK kita sudah mencoba mengoordinasikan dengan Balai Tekom Kemendikbud di 34 provinsi untuk meminta konten. Namun, kendalanya adalah untuk membuat video tayangan berdurasi 30 menit saja sering memakan waktu produksi sampai seminggu.

Apakah bisa disebutkan data mengenai proses PJJ saat ini?

Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pusat Perbukuan, Kemendikbud telah memiliki survei belajar berdasarkan besaran jenjang. Paling tinggi adalah belajar berdasarkan soal-soal dari guru yang angkanya tinggi di setiap jenjang.

Untuk BDR dan Buku Teks semakin tinggi jenjang semakin kecil penggunaan sumber belajarnya. Sementara sumber digital dan video interaktif itu kami semakin tinggi jenjang semakin tinggi pula penggunaannya.

Bagaimana hasil survei tersebut ditindaklanjuti?

Dari sebaran ini, kita bisa membayangkan solusi apa yang paling baik untuk dihadirkan. Kalau mengerjakan soal, maka kuncinya di kuota internet. Kalau belajar dari TV masih tinggi persentase konten diperbanyak, kontrak di televisi dipikirkan ulang untuk disertivikasi jenjang sesuai jenjang yang lebih membutuhkan. n m aden ma'ruf/P-4

Baca Juga: