Kementerian Pertanian perlu menghitung lebih cermat alokasi anggaran yang tahun ini berkurang sehingga masih dapat untuk mendorong produktivitas.
JAKARTA - Pemerintah diminta menambah alokasi anggaran untuk sektor pertanian. Sebab, sektor ini sangat berkaitan erat dengan keberlangsungam hidup 270 juta jiwa penduduk Indonesia.
Di sisi lain, pemerintah diingatkan soal besarnya dampak dari kerja sama ekonomi kawasan dalam kerangka Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Kerja sama dagang Asean dan lima negara lainnya tersebut berisiko mendorong kenaikan importasi pangan. Pertumbuhan ekspor setelah RCEP memang 1,2 persen, tetapi impor justru lebih tinggi yakni 1,4persen.
Anggota Komisi IV DPR RI, Charles Meikyansyah, menyebut penghematan anggaran sektor pertanian sebesar 6,326 trilliun rupiah untuk tahun anggaran 2021 membuat upaya mendorong produksi pangan terganggu.
"Pagu awalnya kan 21,838 trilliun rupiah, kini tinggal 15,512 trilliun rupiah. Artinya, penghematanya sangat besar. Padahal, ini menyangkut nasib banyak orang," tegas Charles dalam diskusi soal pertanian di Jakarta, Rabu (17/2).
Charles mencontohkan, berdasarkan data rencana definitif kebutuhan kelompok (E-RDKK), kebutuhan pupuk mencapai 23,2 juta ton atau senilai 67,182 trilliun rupiah, sementara pagu anggaran pupuk bersubsidi hanya 25,276 trilliun rupiah. "Jika semua E-RDKK dipenuhi ada kekurangan anggaran sebesar 41,905 trilliun rupiah. Kami minta agar ada tambahan anggaran pupuk bersubsidi dan perbaiki tata kelolanya," tukas wakil rakyat dari daerah pemilihan Jawa Timur IV itu.
Ditegaskan Charles, alokasi anggaran pupuk subsidi tahun ini rendah sejak 2015. Padahal, kebutuhannya sangatlah tinggi, terlebih lagi tahun lalu ada persoalan kebutuhan ini di petani. Diakuinya bahwa memang ada kendala distribusi, akan tetapi pangkal dari sini semua karena alokasi anggaran.
Kendati menyesalkan besarnya efisiensi anggaran, Charles tetap meminta Kementerian Pertanian (Kementan) untuk menghitung lebih cermat alokasinya. Komisi IV tegas dia akan terus mengawasi pelaksanaan dari realokasi dan refocusing anggaran tersebut.
Di tempat terpisah, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, menegaskan tahun ini pihaknya terus melakukan perbaikan dan penyempurnaan upaya Kementan dalam memberikan intervensi dalam peningkatan produktivitas. "Refocusing akan tetap pada peningkatan produktivitas. Saya kira ini adalah bagian bagian yang kita orientasikan bersama, "ujar Mentan.
Ancaman Impor
Sementara itu, Pengamat Ekonomi, Tauhid Ahmad, mempertanyakan penurunan anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) pada 2021 untuk sektor pertanian. Tauhid memperkirakan pertumbuhan sektor pertanian tahun ini sekitar 2 persen.
"Namun jika vaksinasi lebih cepat dan penangangan pandemi Covid-19 lebih cepat pertumbuhan sektor pertanian bisa mencapai 3 persen," ujarnya.
Lebih lanjut, Tauhid meminta untuk memperkuat daya tahan sektor pertanian termasuk mendorong produktivitas. Salah satu persoalan ke depan lanjutnya ialah efek dari kerja sama dagang (RCEP). Kerangka kerja sama terbesar di dunia itu ditenggarai bisa mengancam RI dari serbuan pangan impor.
"Untuk daging sapi, dan produk makanan olahan impornya akan semakin tinggi dengan adanya kerja sama ini. Itu karena lemahnya negosiasi pemerintah kita," tegas Tauhid.