Selain kalah produktif dibandingkan Vietnam, biaya produksi beras Indonesia lebih mahal 2,5 kali lipat dibandingkan negara Indochina tersebut.

JAKARTA - Sistem pangan nasional terlihat cukup rentan selama pandemi Covid-19. Karena itu, pemerintah perlu menjadikan pandemi sebagai momentum untuk memperbaiki kerentanan sistem pangan tersebut.

Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mencatat ketika pandemi, beberapa provinsi mengalami kekurangan atau defisit kebutuhan pokok, seperti beras, gula, jagung, cabai, bawang merah, dan bawang putih. Selain itu, harga sejumlah komoditas pangan cenderung naik di saat pendapatan masyarakat turun.

"Sistem pangan Indonesia merupakan suatu sistem kompleks dengan berbagai dimensi, mulai dari produksi domestik, perdagangan internasional, perdagangan melalui pasar, retail, dan horeka, serta rantai pasok diantaranya.

Banyak tantangan di sistem ini yang semakin diuji selama pandemi Covid-19, seperti produktivitas domestik yang rendah, proses impor yang terhambat peraturan sendiri dan distribusi pangan," jelas Peneliti CIPS, Felippa Ann Amanta, dalam keterangan di Jakarta, Kamis (20/8).

Untuk itu, menurut dia, pemerintah perlu memiliki prioritas jelas untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran serta fokus pada pembenahan produksi pangan. Dia menambahkan, produktivitas dan produksi pertanian Indonesia masih belum maksimal untuk memenuhi kebutuhan pangan domestik.

"Data FAO menunjukkan Indonesia menghasilkan sekitar 5,1 ton beras per hektare (ha) pada 2018, lebih tinggi dibanding Malaysia di 4,1 ton per ha dan Thailand 3,1 ton per ha. Namun, Indonesia masih kalah produktif dengan Vietnam yang bisa menghasilkan 5,8 ton per ha. Biaya produksi beras Indonesia pun 2,5 kali lebih mahal dibanding Vietnam," ucapnya.

Felippa menyebut ada tiga hal yang perlu diperhatikan saat menentukan arah kebijakan sistem pangan, terlebih dengan memperhatikan konteks Covid-19, yaitu program dan kebijakan harus berbasis data, program dan kebijakan harus terbukti efektif dan efisien, bukan sekadar program populis, serta program dan kebijakan tidak boleh melalaikan aspek keberlanjutan dan perlindungan lingkungan hanya demi percepatan pemulihan semata.

Perluasan Lahan

Sebelumnya, Kementerian Pertanian memperluas areal tanam baru untuk padi seluas 250.000 hektare (ha) tahun ini yang tersebar di beberapa wilayah untuk menambah cadangan pangan nasional.

Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Akhmad Musyafak menjelaskan perluasan areal tanam baru akan dilakukan pada triwulan III dan awal triwulan IV tahun ini yang tersebar di sejumlah wilayah, seperti Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi dan Bengkulu.

"Perluasan areal tanam baru yang ke depan kita lakukan sampai di triwulan III dan beberapa di awal triwulan IV, untuk padi luasnya 250.000 hektare," kata Musyafak pada diskusi daring bertajuk "Shortcut Memperkuat Sektor Pertanian" di Jakarta, Rabu (19/8).

Dari program perluasan areal tanam baru seluas 250.000 hektare, Kementan memproyeksikan produksi yang dihasilkan mencapai 547.200 ton setara beras dengan produktivitas 4 ton per hektare. mad/Ant/E-10

Baca Juga: