Untuk menyelesaikan kalangkaan jagung, peningkatan produksi saja tak cukup, namun perlu adanya integrasi dengan kebutuhan pakan ternak.
JAKARTA - Ketidakseimbangan antara produksi jagung di daerah sentra dan kebutuhan menjadi persoalan utama dari ketersediaan komoditas tersebut. Karena itu, kelangkaan tetap saja terjadi di sejumlah daerah meskipun Kementerian Pertanian (Kementan) mengeklaim produksi jagung surplus.
Guru Besar Universitas Lampung, Bustanul Arifin, menilai upaya mendorong kegiatan produksi saja tak cukup. "Perlu adanya integrasi dengan kebutuhan pakan ternak," tegas Bustanul yang juga Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian (Perhepi) di Jakarta, Rabu (6/4).
Dalam segi penggunaan, lanjutnya, kebutuhan pakan ternak diperuntukkan bagi perusahaan besar dan menengah atas, kemudian sisanya adalah peternak kecil. Saat ini, peternak kecil lebih banyak terdapat di Blitar, Jawa Timur. Hasil panen jagung yang ada belum cukup sehingga penduduk Blitar terkadang mendatangkannya dari daerah lain.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Suwandi, menuturkan pihaknya berkomitmen memprioritaskan sentra peternak rakyat supaya mencukupi daerah sekitarnya. Dia menambahkan, dalam perjagungan ini sudah dilakukan pemetaan untuk sentra produksi.
"Maka dikenallah yang namanya daerah utama dan daerah pengembangan. Sehingga kami akan fokus pada daerah tersebut. Daerah tersebut mempunyai terobosan yang berbeda-beda sesuai dengan spesifik lokasinya," jelasnya.
Suwandi menambahkan, terkait pemanfaatannya, produksi jagung tak hanya dimanfaatkan untuk pakan ternak. Pihaknya juga telah mengganti jagung untuk kebutuhan industri. "Terutama produk dengan kandungan rendah aflatoksin, gluten, sweetener, dan sejenisnya," tegasnya.
Berdasarkan data penghitungan Badan Pangan Nasional, produksi jagung selama 2021 mencapai 15,7 juta ton, sementara kebutuhan nasional sebesar 14,3 juta ton sehingga neraca pada tahun lalu surplus 1,4 juta ton.
Direktur Serelia Tanaman Pangan, Moh Ismail Wahab, mengatakan upaya peningkatan produksi jagung dilakukan dengan perluasan areal tanam, PIP, tumpangsari, pengembangan kawasan dan korporasi petani. Petani yang sudah mendapat bantuan diarahkan mengakses KUR pola klaster/ korporasi dengan avalis/ offtaker untuk menumbuhkan dan memantapkan Korporasi Petani melalui kemitraan strategis, pengolahan produk, dan pengembangan pasar.
"Kemudian dari hilirisasinya, olahan pangan lokal, sehingga kebutuhan jagung secara nasional bisa tercukupi," katanya dalam acara Bimbingan Teknis dan Sosialisasi (BTS) Propaktani Episode 404 yang bertema Ketersediaan Jagung Dalam Negeri & Stabilitas Pasokan Pakan Ternak untuk Mendukung Ketahanan Pangan, Selasa (5/4).
Penigkatan Kualitas
Sementara itu, ekonom Indef, Tauhid Ahmad, menilai untuk mengantisipasi fluktuasi harga jagung dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas. Dengan begitu, harga dapat kompetitif dan masih menguntungkan petani.
"Kemudian dapat dilakukan penggalakan pembangunan corn dryer untuk memaksimalkan hasil panen yang dapat berperan sebagai buffer stock," terang Tauhid.