Penyaluran kredit sebaiknya fokus ke sektor-sektor produktif seperti pertanian dengan mempertimbangkan penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut sangat besar.
JAKARTA - Faktor utama penyebab rendahnya penyaluran kredit saat ini karena permintaan masyarakat masih relatif terbatas di tengah pandemi. Karena itu, penyaluran kredit sebaiknya diarahkan ke sektor produktif, terutama pertanian. Sebab, sektor tersebut dinilai mempunyai kontribusi cukup signifikan dalam menahan kontraksi tajam perekonomian nasional.
Perkembangan penyebaran Covid-19 selama lima bulan pertama tahun ini cukup signifikan menahan kegiatan ekonomi yang sempat optimistis pada awal tahun. Penyaluran kredit masih terkontraksi 2,28 persen (yoy) pada April 2021 meskipun likuiditas perbankan relatif siap menyalurkan dana untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi pemerintah.
Data terbaru menunjukkan rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) per Maret 2021 tetap tinggi di level 24,05 persen. Sedangkan rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) tetap rendah, yakni 3,17 persen (bruto) dan 1,02 persen (neto).
Pakar Ekonomi Universitas Atmajaya Jakarta, Yohanes B Suhartoko, meminta pemerintah untuk mengelola dengan baik keberhasilan vaksinasi agar kebijakan dalam bidang ekonomi semakin efektif. Salah satu yang disorotinya ialah terkait sasaran penyaluran kredit.
Menurut dia, penyaluran kredit sebaiknya fokus ke sektor-sektor produktif seperti pertanian. "Pertanian, mau tidak mau harus menjadi fokus bantuan melihat penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut sangat besar, walaupun kurang produktif," ujar Suhartoko pada Koran Jakarta, Minggu (30/5).
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan sektor pertanian merupakan kontributor utama pada program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), karena selalu tumbuh positif dan menjadi bantalan ekonomi selama pandemi Covid-19.
"Hal ini terlihat dari laju pertumbuhan sektor pertanian pada 2020 mencapai 1,75 persen dan pada kuartal I-2021 tetap tumbuh sebesar 2,95 persen (yoy)," ujarnya.
Pertanian, lanjut Airlangga, bisa dibilang sebagai resilensi dari semua sektor yang ada. Apalagi pertumbuhannya terjadi disaat sektor lain mengalami kontraksi yang cukup dalam.
Adapun kontributor utama pertumbuhan ekonomi dari sisi demand masih berasal dari konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dengan share 88,91 persen, sedangkan dari sisi suplai mencapai 64,56 persen. "Masing-masing berasal dari sektor pertanian, industri, perdagangan, kontruksi, dan pertambangan," katanya.
Dukung Ekspor
Tak cukup di situ, pertumbuhan sektor pertanian juga terjadi pada nilai ekspor periode Januari-April 2021 sebesar 1,38 dollar AS atau naik sebesar 15,96 persen terhadap periode yang sama pada 2020. "Dengan demikian, kinerja ekspor pertanian memberikan kontribusi sebesar 2,05 persen terhadap ekspor Indonesia," katanya.
Seperti diketahui, pemerintah menargetkan angka pertumbuhan ekonomi yang cukup optimistis untuk kuartal II-2021 di atas 7 persen. Sedangkan sepanjang 2021 diperkirakan produk domestik bruto (PDB) akan tumbuh di kisaran 4,1 persen hingga 5,1 persen.
Pada kesempatan lain, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, mendorong petani untuk memanfaatkan skema kredit usaha rakyat (KUR) yang dikucurkan. Terlebih lagi, pemerintah pusat memiliki keterbatasan anggaran dalam menggenjot produksi.
Disampaikan Mentan, pengembalian dana pinjaman KUR di sektor pertanian pada 2020 cukup sehat bagi sektor perbankan lantaran nilai NPL hanya 0,6 persen. "Alokasi KUR pertanian tahun 2021 sebesar 70 triliun rupiah. Ini bisa dimanfaatkan dan akan berguna untuk membiayai pada pascapanen," pungkasnya.