JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengingatkan kepada jajarannya baik di pusat maupun daerah agar terus melakukan perbaikan sistem terkait pengelolaan keuangan negara. Hal itu disampaikan Presiden saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2017 dengan tema "Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Keuangan Negara untuk Indonesia Sejahtera" di Istana Negara, Jakarta, Kamis (14/9).
"Semuanya berkembang dengan cepat dengan cara-cara yang tak terduga. Inovasinya cepat sekali. Oleh sebab itu, kita juga harus berani berubah. Akuntansi kita mestinya harus kita arahkan. Orientasi tidak kepada prosedur, harus diubah kepada orientasi hasil. Hasil pun juga harus berkualitas," ujar Presiden Jokowi. Presiden menuturkan, perubahan ini harus sesegera mungkin dilakukan. Hal itu dikarenakan masih adanya inefisiensi dalam pengelolaan keuangan negara, baik itu APBN maupun APBD.
"Saya sudah cek satu per satu, banyak sekali inefisiensi itu. Setiap kegiatan yang ada coba dilihat satu-satu, tidak jelas hasil yang akan dicapai," ucap Presiden. Dari program-program yang dibuat, lanjut Presiden masih banyak ditemukan yang sasaran kegiatannya tidak berorientasi pada hasil. Selain itu, banyak pula program-program di pusat maupun daerah yang tidak terkait dengan sasaran pembangunan nasional.
"Inilah saya kira banyak inefisiensi di APBN dan APBD kita yang perlu kita perbaiki besarbesaran. Sekali lagi, akuntansi kita harusnya berorientasi kepada hasil bukan prosedur," jelas Presiden.Dalam kesempatan itu, Presiden ikut mengingatkan soal penyederhanaan laporan yang pernah diminta beberapa waktu sebelumnya.
Menurut Presiden laporan pertanggungjawaban yang bertumpuk-tumpuk pada akhirnya akan membuat aparatur menjadi lebih terfokus pada pengerjaan laporan dibanding dengan eksekusi program. "Ini kita bekerja membuat laporan atau bekerja menghasilkan sesuatu? Saya sampaikan untuk buat yang sederhana. Urusan SPJ sederhana, jangan sampai bertumpuk-tumpuk.
Buat saja 2 atau 3, itu sudah maksimal untuk saya," kata Presiden. Meski begitu, permintaan penyederhanaan laporan sebagaimana bukan berarti tidak memperhatikan aspek akuntabilitasnya. Karena, yang paling penting ialah bagaimana laporan tersebut mudah untuk diperiksa, dikontrol, diikuti, dan memiliki hasil yang jelas.
"Penyederhanaan SPJ menjadi kunci yang harus kita lakukan sehingga tenaga pikiran kita betul-betul bisa kita gunakan untuk mengikuti proses kegiatan dan program yang ada, memeriksa kualitasnya, dan tidak tertumpu atau terjebak kepada banyaknya laporan yang harus kita buat," tuturnya.
Transaksi Nontunai
Presiden juga mendorong jajarannya untuk mulai beralih menggunakan transaksi non tunai dalam proses keuangannya. Hal itu dilakukan karena dalam persaingan global menuntut perbaikan dan kecepatan. "Dulu kita rintis di DKI Jakarta, 'noncash transaction' itu sangat membantu. Ini betul-betul kita harus rombak semuanya.
Kita harus berani sehingga kita semakin cepat bergeraknya, semakin cepat memutuskan, dan tidak terjebak laporan-laporan," ungkapnya. Presiden mengaku, saat ini di DKI Jakarta telah memiliki 752 entitas dengan transaksi non tunai yang membuat sistem keuangan Provinsi itu lebih efisien. "Gampang sekali kalau semua mau melakukan," jelas Presiden. fdl/AR-3