» Menteri Keuangan diminta menyiapkan anggaran yang akan digunakan Bulog menyerap beras petani.

» Pemburu rente ditengarai bakal meraup hingga dua triliun rupiah dari rencana impor beras satu juta ton.

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam keterangan persnya secara daring di Istana Merdeka Jakarta, pada Jumat (26/3), memastikan tidak akan mengimpor komoditas beras hingga bulan Juni mendatang dan lebih memprioritaskan penyerapan gabah petani untuk memenuhi cadangan beras nasional.

Apalagi selama hampir tiga tahun belakangan, Indonesia tidak melakukan impor terhadap komoditas pangan tersebut.

"Saya pastikan tidak ada beras impor yang masuk ke negara kita Indonesia," kata Presiden.

Jokowi mengakui bahwa memang terdapat nota kesepahaman antara Indonesia dengan Thailand dan Vietnam. Namun, itu berupa opsi yang dapat ditempuh untuk sewaktu-waktu untuk berjaga-jaga di tengah situasi pandemi yang penuh ketidakpastian saat ini.

"Saya tegaskan sekali lagi, berasnya belum masuk," kata Kepala Negara.

Presiden juga menegaskan bahwa beras petani akan diserap oleh Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) pada saat panen raya dengan memerintahkan Menteri Keuangan untuk menyiapkan anggaran yang dibutuhkan.

"Saya tahu kita memasuki panen dan harga beras di tingkat petani belum sesuai dengan yang diharapkan," kata Jokowi.

Oleh sebab itu, Presiden meminta agar segera menghentikan perdebatan terkait impor beras karena justru membuat harga di tingkat petani anjlok.

Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah mengatakan pernyataan Presiden ke publik itu sangat diharapkan untuk menegaskan sikap Pemerintah karena diantara Kementerian terlihat ada sengkarut karena kepentingan.

"Hal ini tidak baik, karena ada keputusan dari tiap kementerian yang berbeda beda, walaupun terlambat, tetapi menurut saya ini perlu dilakukan Presiden," kata Said.

Dengan permintaan ke Bulog untuk menyerap hasil produksi petani yang meningkat menandakan pentingnya pemerintah mendukung petani dalam negeri untuk terus meningkatkan produksi.

Pakar Pertanian dari UPN Jawa Timur, Surabaya, Akhmad Fauzi, mengatakan keputusan untuk tidak mengimpor beras menjelang atau saat panen raya merupakan sikap yang sangat tepat dan dapat menggairahkan pertanian.

Pemburu Rente

Sebelumnya, Ekonom Senior, Faisal Basri, mengatakan rencana impor beras sebesar satu juta ton yang disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, merupakan kebijakan yang sangat politis karena ditentang oleh Kementerian Pertanian dan Bulog.

Dia mencurigai ada pejabat yang ingin rente dengan memaksakan adanya impor beras di tengah produksi padi petani yang meningkat.

"Kenapa kita buntu membahas masalah ini? Karena tidak bahas pemburu rente. Ini yang sudah bagus dirusak oleh pemburu rente yang bisa menikmati setidaknya dua triliun rupiah keuntungan kalau mengimpor. Kita tahu pelakunya siapa," kata Faisal dalam webinar bertajuk Reformulasi Kebijakan Perberasan.

Faisal menegaskan dari awal tidak setuju dengan kebijakan impor beras tahun ini karena ada sejumlah tren perbaikan dari kinerja maupun infrastruktur penunjang pertanian di dalam negeri.

Sub sektor tanaman pangan, jelasnya, mengalami pertumbuhan positif 3,54 persen atau tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Selain itu, pemerintah juga berhasil meningkatkan ketersediaan lahan baku untuk komoditas beras dari 7,1 juta hektare menjadi 7,46 juta di 2020. Sebagaimana yang dihimpun dengan metode Kerangka Sampel Area (KSA).

"Kalau saya lihat data, kita sudah on the right track. Indeks sudah membaik terus, availability, affordability juga. Artinya, masyarakat sudah bisa menyediakan pangannya itu. Tinggal tugas negara memastikan, kalau ada bencana yang kita sangat rentan, bagaimana mengonversikannya ke ketahanan pangan," kata Faisal.

n SB/ers/E-9

Baca Juga: