Jakarta- Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Peringatan 40 Tahun Kerja Sama Kemitraan ASEAN-Uni Eropa meminta penghentian diskriminasi terhadap produk sawit Indonesia ke UE. Sebab, deskriminasi tersebut telah merugikan kepentingan ekonomi negara produsen sawit.

"Resolusi Parlemen Uni Eropa dan sejumlah negara Eropa mengenai kelapa sawit dan deforestasi serta berbagai kampanye hitam, tidak saja merugikan kepentingan ekonomi, namun juga merusak citra negara produsen sawit" demikian Presiden dalam siaran pers Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, diterima Antara di Jakarta pada Selasa.

Presiden menjelaskan perkebunan kelapa sawit begitu berpengaruh dengan upaya pengentasan kemiskinan, mempersempit gap pembangunan, dan mendukung pembangunan ekonomi yang inklusif. Dia menambahkan terdapat 17 juta orang Indonesia yang hidupnya, baik langsung maupun tidak langsung, terkait dengan kelapa sawit.

"Selain itu, 42 persen lahan perkebunan kelapa sawit dimiliki oleh petani kecil di Indonesia," kata Jokowi.

Oleh karena itu, Kepala Negara mendesak agar sejumlah sikap dan kebijakan yang dinilai merugikan kepentingan ekonomi dan merusak citra negara produsen sawit harus dihilangkan. Jokowi juga menyatakan Indonesia paham pentingnya isu sustainability atau keberlanjutan terkait ekonomi dan alam.

Dia menambahkan Indonesia juga telah menjalankan sejumlah kebijakan terkait sustainability, termasuk pemberlakuan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Pernyataan Presiden Jokowi itu juga mendapat dukungan penuh PM Malaysia, Najib Razak.

Perlawanan RI

Sebelumnya, pemerintah Indonesia melawan kampanye negatif terhadap industri minyak sawit atau crude palm oil (CPO) melalui forum Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Untuk itu, pemerintah memprakarsai pelaksanaan kegiatan Workshop on Sustainability and Non-Tariff Barriers to Trade: The Case Study of Palm Oil yang dilaksanakan pada akhir September 2017 di Forum Publik WTO, Jenewa, Swiss.

Workshop itu merupakan prakarsa Indonesia yang kemudian didukung oleh beberapa negara produsen sawit lainnya seperti Malaysia, Thailand, Guatemala, dan Kolombia.

Berdasarkan catatan di beberapa negara tujuan ekspor, khususnya di Eropa, produk sawit telah mengalami perlakuan diskriminatif terkait dengan isu-isu pengrusakan hutan, perubahan iklim dan pelanggaran hak masyarakat adat.

Ant/E-10

Baca Juga: