JAKARTA - Presiden Joko Widodo dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara Jakarta, Senin (20/6), mengatakan di tengah ancaman krisis pangan dan energi global, pemerintah tetap berupaya agar harga barang, terutama komoditas pangan dan energi, bisa dijangkau oleh seluruh masyarakat.

Agar harga pangan terjangkau, Presiden memerintahkan jajarannya menggenjot produksi barang dalam negeri agar mampu meminimalisasi impor sehingga dapat turut menjaga ketersediaan barang dan harga di pasar stabil.

Adapun untuk energi, Presiden menyatakan akan terus memberikan subsidi pada harga bahan bakar minyak, gas, dan listrik meskipun beban fiskal pemerintah cukup berat.

"Walaupun beban fiskal kita berat, pemerintah sudah berkomitmen untuk terus memberikan subsidi kepada masyarakat, baik yang berkaitan dengan BBM pertalite dan solar, yang berkaitan dengan gas dan listrik. Ini yang terus kita jaga," kata Jokowi.

Guna memberi kelonggaran pada ruang fiskal, Presiden memerintahkan kementerian dan lembaga serta BUMN untuk lebih efisien.

Kepala Negara kepada jajaran menteri menyampaikan tiga hal yang menjadi fokus pemerintah untuk mengubah ancaman krisis pangan menjadi peluang.

"Pertama peningkatan produksi besar-besaran, baik itu dari petani, korporasi, dan BUMN, semua harus ditingkatkan. Jangan mengikuti rutinitas harian," kata Presiden.

Peningkatan produksi besar-besaran tersebut dibarengi dengan pemilihan jenis karakteristik yang sesuai dengan daerah masing-masing.

Fokus kedua adalah segera memastikan "offtaker" yang akan menampung hasil peningkatan produksi besar-besaran tersebut. "Jadi, petani produksi terus dan yang membeli juga ada. Jangan sampai petani produksi banyak, Perum Bulog dan PT RNI nggak ambil," kata Jokowi.

Presiden meminta agar mekanisme itu segera diputuskan dan meminta Menteri BUMN, Erick Thohir, untuk menindaklanjuti perusahaan penampung termasuk skema biayanya.

"Ketiga, kalau sudah ngambil, jangan sampai kayak Perum Bulog, ngambil dari petani banyak, stok enggak bisa jual sehingga kualitasnya jadi turun dan ada yang busuk dulu, rusak, jangan," kata Presiden.

Jokowi meminta agar perencanaan dari peningkatan produksi komoditas pangan dilakukan secara rinci dari awal hingga akhir. Peluang dari krisis, kata Presiden, bisa dimanfaatkan jadi peluang karena Indonesia masih memiliki lahan yang cukup luas dan dukungan sumber daya manusia, khususnya petani yang memproduksi komoditas pangan. Sejumlah negara, tambah Jokowi, telah meminta ekspor beras dari Indonesia dengan kisaran 100 ribu ton per bulan, bahkan hingga 2,5 juta ton sepanjang enam bulan ke depan.

Cara Jitu

Pengamat Pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya, Zainal Abidin, mengatakan peningkatan dan penyerapan produksi dalam negeri adalah salah satu cara jitu agar harga barang terjangkau.

"Pangan adalah kebutuhan primer, sehingga produk pertanian dalam negeri harus diutamakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, bukan impor," kata Zainal.

Baca Juga: