» Presiden berharap komitmen kementerian/ lembaga membelanjakan 800 triliun rupiah untuk produk lokal benar-benat terealisasi.

» Kartu Kredit Domestik Pemerintah akan mempercepat dan mempermudah pembayaran barang dan jasa.

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Bank Indonesia (BI) dan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) serta Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP) mengawal pembelian produk dalam negeri oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah melalui Kartu Kredit Pemerintah (KKP) Domestik.

Jokowi berharap KKP Domestik sebagai alat pembayaran dengan kartu atas belanja yang dapat dibebankan pada APBN, bisa mempercepat proses pembayaran.

Kepala Negara dalam peluncuran KKP Domestik dan sistem pembayaran cepat atau Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) antarnegara yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin (29/8), mengatakan kalau dulu pembayarannya mundur, dengan kartu tersebut semestinya begitu bertransaksi sudah langsung masuk ke rekening supplier barang dan jasa.

Apalagi pemerintah juga tengah berupaya agar penggunaan produk-produk dalam negeri betul-betul ditaati bersama, sehingga belanja pemerintah, perusahaan BUMN, pemerintah daerah, semuanya mengarah pada pembelian produk-produk dalam negeri.

"Jangan sampai, saya sudah pesan betul, sangat lucu sekali, sangat bodoh sekali, kalau uangnya yang dikumpulkan oleh pemerintah baik dari pajak, dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), masuk menjadi APBN, masuk menjadi APBD, kemudian belanjanya produk-produk impor," tegas Presiden.

Jokowi juga mengatakan telah menyampaikan berulang kali kepada Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP), agar sistem yang mengawal pembelian produk lokal segera diselesaikan dan semua daerah memiliki semangat yang sama membeli produk-produk dalam negeri.

"Kemarin yang sudah komitmen lebih dari 800 triliun rupiah, realisasi sudah lebih dari 400 triliun rupiah, sudah lebih dari target. Tapi kalau bisa masuk ke 800 triliun rupiah, dan betul-betul produknya itu produk dalam negeri, apalagi produk lokal, apalagi produk UMKM, pergerakan ekonomi di bawah ini akan kelihatan," papar Kepala Negara.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menyatakan KKP Domestik sebagai implementasi Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2022, pada tahap awal akan dilakukan melalui interkoneksi QRIS guna memfasilitasi pembelian barang dan jasa pemerintah baik pusat maupun daerah. "Ini menggunakan transaksi nontunai terhadap belanja pemerintah di pusat dan daerah untuk mencintai produk dalam negeri," katanya.

Inpres Nomor 2 Tahun 2022 sendiri adalah tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi dalam rangka menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) pada pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah.

Perry menjelaskan tahap awal implementasi KKP Domestik melalui QRIS dilakukan mengingat interkoneksi QRIS hingga kini sudah didukung 85 penyelenggara QRIS dan 20,3 juta merchant. QRIS juga sudah dikembangkan untuk mendukung Gernas BBI dan Gerakan Nasional Bangga Wisata Indonesia, khususnya bagi pelaku UMKM untuk dapat bertransaksi secara digital.

Langkah Maju

Sementara itu, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan peluncuran KKP Domestik merupakan suatu langkah maju bagi bangsa Indonesia untuk meningkatkan layanan sistem belanja pemerintah.

Luhut pun mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk segera mengimplementasikan KKP Domestik guna meningkatkan transparansi serta memberi kemudahan dalam transaksi belanja barang dan jasa pemerintah.

Selain itu, melalui KKP Domestik juga diharapkan membantu percepatan pembayaran ke UMKM. "Untuk itu, seluruh kementerian/lembaga (K/L) dan BUMN diharapkan dapat menggunakan KKP Domestik di instansi masing-masing," tegasnya.

Peneliti Ekonomi Indef, Nailul Huda, mengatakan sistem pembayaran yang dibangun harus memudahkan pengadaan barang dan jasa terutama produk lokal. Sebab, selama ini yang terjadi lebih gampang pengadaan dari luar negeri dibandingkan dalam negeri karena skala usaha untuk produk lokal belum cukup memenuhi standar. "Pengadaan barang pertanian misalnya, produk pertanian kita tidak ada standardisasi, sedangkan produk luar seperti Thailand dan Malaysia bisa memiliki standar, padahal kualitasnya sama," kata Nailul.

Baca Juga: