APBN juga harus fokus selesaikan program prioritas nasional, seperti penurunan angka stunting dan kemiskinan ekstrem.

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada seluruh jajaran menteri Kabinet Kerja untuk memfokuskan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2023 pada kegiatan produktif, terutama dalam penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan.

Jokowi dalam sidang kabinet paripurna di Istana Merdeka Jakarta, Senin (16/1), mengatakan selain fokus pada program produktif, APBN 2023 juga difokuskan untuk menyelesaikan program prioritas nasional, seperti penurunan angka stunting, penurunan kemiskinan ekstrem serta agenda menjelang Pemilu 2024.

Presiden juga meminta kementerian terkait untuk mendorong pemerintah daerah (pemda) agar memanfaatkan dana desa untuk memacu ekonomi daerah.

"Jangan sampai dana yang ditransfer tidak memberikan efek memacu ekonomi di daerah," kata Presiden.

Kepala Negara juga mengingatkan agar penggunaan APBD harus sinkron dengan APBN yang fokus pada program-program prioritas nasional, seperti ekonomi kerakyatan, ekspor, dan investasi.

Pada 2022, meskipun banyak tekanan dan turbulensi, ekonomi Indonesia, papar Presiden, masih mencatat banyak pencapaian positif seperti pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan berkisar 5,2 sampai 5,3 persen dan inflasi yang masih bisa dikendalikan di level 5,5 persen.

Pada tahun 2023 ini, lanjut Jokowi, bukan tahun yang mudah karena sejumlah negara besar mengalami pelemahan ekonomi, seperti Uni Eropa, Tiongkok, dan Amerika Serikat (AS), akibat tekanan geopolitik yang semakin tinggi.

"Saya kira akan melemah semua padahal ekspor kita ke negara-negara itu sangat besar, sehingga kita harus hati-hati," jelas Presiden.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2022 sebanyak 26,36 juta orang, meningkat 0,20 juta orang terhadap Maret 2022.

Dengan demikian, persentase penduduk miskin di Indonesia pada September 2022 mencapai 9,57 persen atau meningkat 0,03 persen poin terhadap Maret 2022. Angka itu menurun 0,14 juta orang jika dibandingkan dengan September 2021 yang mencapai 26,5 juta orang.

Kepala BPS, Margo Yunowo, dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (16/1), mengatakan jumlah angka kemiskinan pada September 2022 itu dipengaruhi oleh berbagai peristiwa seperti kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) hingga pemutusan hubungan kerja.

"Sepanjang September 2022 terjadi pemutusan hubungan kerja di sektor padat karya, seperti industri tekstil, alas kaki, serta perusahaan teknologi. Ini yang sudah kita lalui pada September 2022," kata Margo.

Dari 26,36 juta orang penduduk miskin, jumlah penduduk miskin perkotaan meningkat 0,16 juta orang dari 11,82 juta orang pada Maret 2022 menjadi 11,98 juta orang pada September 2022.

Pada periode yang sama jumlah penduduk miskin perdesaan meningkat sebanyak 0,04 juta orang dari 14,34 juta orang pada Maret 2022 menjadi 14,38 juta orang pada September 2022.

"Pada September 2022, jumlah penduduk miskin masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumatera, namun hanya Pulau Sumatera yang menunjukkan penurunan kemiskinan 0,02 persen poin. Peningkatan kemiskinan terjadi di semua pulau paling banyak Maluku dan Papua," kata Margo.

Harus Berkelanjutan

Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek) Universitas Gadjah Mada, Hempri Suyatna, menekankan pentingnya kebijakan APBN yang berkelanjutan dan tidak parsial atau habis pada tahun anggaran tanpa ada kelanjutan di tahun anggaran selanjutnya. Hempri mencontohkan program Kartu Prakerja pada awal pandemi, tahun ini sudah tidak jelas apa hasil dan dampaknya.

"Apalagi kelanjutannya bagaimana kan tidak jelas. Padahal berapa triliun dihabiskan untuk Kartu Prakerja?" tanya Hempri.

Banyak sekali penganggaran tak hanya di pusat, namun juga di daerah yang dibuat hanya untuk menghabiskan anggaran tanpa menghitung dampaknya apalagi keberlanjutannya. Anggaran untuk pertanian dan UMKM, misalnya, selama ini juga tidak pernah ada data yang menunjukkan bagaimana progresnya setelah mendapat kucuran dana dari pemerintah.

Begitu juga subsidi bunga KUR yang tahun ini diberikan kepada pertanian, belum tentu ada data yang memastikan bahwa dana KUR tersalurkan dengan baik dan membuat perubahan sektor pertanian di desa.

Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Awan Santosa, mengatakan APBN harus memberi manfaat nyata bagi kehidupan riil masyarakat dengan mengatasi kemiskinan dan menekan penggangguran.

Sebab itu, alokasi belanja yang tidak produktif seperti proyek yang tidak memberi manfaat pada kehidupan masyarakat harus dikurangi.

Baca Juga: