Presiden Maladewa Mohamed Muizzu melakukan kunjungan bilateral ke India. Diperkirakan akan mencari dana talangan untuk menghadapi krisis ekonomi.
JAKARTA - Presiden Maladewa Mohamed Muizzu diperkirakan akan mencari dana talangan selama kunjungannya ke India minggu ini karena negara kepulauan itu menghadapi krisis ekonomi dengan kekhawatiran gagal bayar utang.
Menurut laporan BBC, ini adalah kunjungan bilateral resmi pertama Muizzu setelah terpilih menjadi presiden akhir tahun lalu menyusul kampanye yang berpusat pada kebijakan 'India keluar', dengan janji akan mengurangi pengaruh Delhi.
Sejak saat itu, hubungan kedua negara menjadi tegang, namun para ahli mengatakan kunjungan tersebut menunjukkan bahwa Maladewa tidak dapat mengabaikan tetangga raksasanya.
Cadangan devisa Maladewa mencapai sekitar $440 juta pada bulan September, cukup untuk satu setengah bulan impor.
Bulan lalu, lembaga global Moody's menurunkan peringkat kredit Maladewa, dengan mengatakan bahwa "risiko gagal bayar telah meningkat secara material".
Dana talangan India akan memperkuat cadangan mata uang asing negara tersebut.
Sebelum mengunjungi India, Muizzu memilih untuk pergi ke Turki dan Tiongkok - kunjungannya ke Tiongkok pada bulan Januari dianggap sebagai penghinaan diplomatik tingkat tinggi terhadap Delhi karena para pemimpin Maladewa sebelumnya pertama kali akan mengunjungi Delhi lebih dulu setelah terpilih. Sekitar waktu yang sama, kontroversi muncul di India setelah tiga pejabat Maladewa melontarkan komentar yang merendahkan tentang Perdana Menteri Narendra Modi.
"Kunjungan Presiden Muizzu merupakan perubahan haluan dalam beberapa hal," kata Azim Zahir, seorang analis Maladewa dan dosen di Universitas Australia Barat.
"Yang paling menonjol, kunjungan ini merupakan perwujudan betapa bergantungnya Maladewa pada India, ketergantungan yang tidak akan mudah dipenuhi oleh negara lain," katanya.
Maladewa terdiri dari sekitar 1.200 pulau karang dan atol yang terletak di tengah Samudra Hindia. Kepulauan ini berpenduduk sekitar 520.000 jiwa, dibandingkan dengan India yang berpenduduk 1,4 miliar jiwa.
Sebagai negara kepulauan kecil, Maladewa bergantung pada tetangga besarnya, India, untuk sebagian besar makanan, pembangunan infrastruktur, dan perawatan kesehatan.
Delhi dan Male belum secara resmi mengonfirmasi bahwa paket keuangan untuk Maladewa masuk dalam agenda kunjungan tersebut. Namun, para ahli yakin bahwa hal itu akan menjadi bagian dari pembahasan.
"Prioritas utama kunjungan Muizzu adalah untuk mengamankan jalur bantuan keuangan dalam bentuk hibah dan restrukturisasi pembayaran utang," kata seorang editor senior Maladewa, yang tidak ingin disebutkan namanya, kepada BBC.
Muizzu juga menginginkan "kesepakatan pertukaran mata uang senilai $400 juta yang diminta oleh bank sentral Maladewa untuk menopang cadangan devisa asing yang terkuras", imbuhnya.
Lembaga pemeringkat Moody's lebih lanjut menyatakan kekhawatiran serius atas situasi keuangan Male, "(cadangan) devisa masih jauh di bawah layanan utang luar negeri pemerintah yang sekitar $600 juta pada tahun 2025 dan lebih dari $1 miliar pada tahun 2026".
Utang publik Maladewa sekitar $8 miliar, termasuk sekitar $1,4 miliar yang menjadi utang masing-masing kepada Tiongkok dan India.
"Meskipun Muizzu menyatakan pada beberapa kesempatan bahwa Tiongkok telah memberikan sinyal hijau untuk menunda pembayaran utang selama lima tahun, bantuan keuangan dari Beijing belum juga datang," kata editor Maladewa tersebut.
Karena tidak ada negara lain yang datang untuk menyelamatkan, tampaknya Muizzu kini menghubungi India untuk memperbaiki hubungan bilateral yang tegang.
"Ini tentang mengatur ulang nada dan retorika negatif dari pejabat senior pemerintahan Muizzu yang telah berdampak besar pada kedatangan wisatawan India," kata Zahir.
India telah lama memegang pengaruh atas Maladewa, yang posisi strategisnya di wilayahnya sendiri memungkinkannya untuk memantau bagian penting Samudra Hindia. Namun, Muizzu ingin mengubahnya dengan mendekati Tiongkok.
Pada bulan Januari, pemerintahan Muizzu memberikan ultimatum kepada India untuk menarik sekitar 80 tentara yang bermarkas di negara tersebut. Delhi mengatakan mereka ditempatkan di sana untuk menjaga dan mengoperasikan dua helikopter penyelamat dan pengintaian serta sebuah pesawat Dornier yang telah disumbangkannya beberapa tahun lalu.
Pada akhirnya, kedua negara sepakat untuk mengganti pasukan dengan staf teknis sipil India untuk mengoperasikan pesawat tersebut.
Sebulan setelah memegang jabatan, pemerintahan Muizzu juga mengumumkan tidak akan memperbarui perjanjian survei hidrografi dengan India yang ditandatangani oleh pemerintahan sebelumnya untuk memetakan dasar laut di perairan teritorial Maladewa.
Kemudian pertikaian pecah setelah tiga wakil menterinya membuat komentar kontroversial tentang Modi, memanggilnya sebagai "badut", "teroris" dan "boneka Israel".
Pernyataan tersebut memicu kegaduhan dan seruan untuk memboikot Maladewa di media sosial India. Male mengatakan komentar tersebut bersifat pribadi dan tidak mewakili pandangan pemerintah. Ketiga menteri tersebut diskors dari kabinet.
Dalam apa yang dianggap sebagai kritik terselubung terhadap reaksi di media sosial India, Muizzu mengatakan saat itu: "Kami mungkin kecil, tetapi itu tidak memberi Anda izin untuk menindas kami."
Pemerintahan Muizzu juga mengizinkan berlabuhnya kapal penelitian Tiongkok, Xiang Yang Hong 3, yang membuat Delhi tidak senang. Sebagian menganggapnya sebagai misi untuk mengumpulkan data yang nantinya dapat digunakan oleh militer Tiongkok dalam operasi kapal selam.
Meskipun demikian, hubungan bilateral mencair setelah Muizzu menghadiri upacara pelantikan Modi setelah ia terpilih untuk masa jabatan ketiga berturut-turut pada bulan Juni tahun ini.
Pada bulan Agustus, kunjungan Menteri Luar Negeri India S Jaishankar juga memberikan pembaruan pada hubungan bilateral.
"Maladewa adalah salah satu landasan kebijakan 'Neighbourhood First' kami," kata Jaishankar di Male.
"Singkatnya, menurut perkataan Perdana Menteri saya Narendra Modi, bagi India, kawasan sekitar adalah prioritas, dan dalam konteks kawasan sekitar, Maladewa adalah prioritas," imbuhnya.
Bagi Delhi, ini merupakan perubahan yang disambut baik karena baru-baru ini menyaksikan penggulingan pemerintahan mantan Perdana Menteri Bangadesh Sheikh Hasina yang pro-India dan kembalinya KP Sharma Oli, yang biasa mengkritik kebijakan India, sebagai perdana menteri Nepal.
Muizzu menyadari bahwa memusuhi India bukanlah pilihan dan pragmatismenya bukan tanpa alasan. Jumlah wisatawan India yang berkunjung ke Maladewa turun hingga 50.000 pada tahun lalu, yang mengakibatkan kerugian sekitar $150 juta.
Ia menyadari jika tidak mendapat dukungan dana dari India, Maladewa bisa menjadi surga yang hilang. Itulah mengapa kunjungannya ke India sangat penting.