Jokowi meminta 40 persen dari belanja APBN, APBD, dan belanja BUMN digunakan untuk belanja produk dalam negeri.

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengancam pejabat publik baik di jajaran kementerian/lembaga, pemerintah daerah (pemda) dan direksi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang doyan impor. Tidak main-main, Presiden kali ini mengancam akan memecat pejabat yang sengaja mengabaikan arahan untuk memprioritaskan pemanfaatan produk lokal.

Hal itu disampaikan Presiden dalam acara "Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia" yang dihadiri jajaran menteri kabinet Indonesia Maju serta para gubernur dari masing-masing provinsi.

Jokowi mengaku heran berbagai produk yang bisa dihasilkan di dalam negeri, tapi tidak dibeli oleh kementerian, pemda, dan BUMN, malah lebih memilih produk-produk impor. Produk-produk impor tersebut seperti Closed Circuit Television (CCTV), alat kesehatan, seragam, sepatu, hingga onderdil untuk traktor pertanian.

"Coba CCTV beli impor, di dalam negeri ada yang bisa produksi. Apa-apaan ini, dipikir kita bukan negara yang maju? Buat CCTV saja beli impor. Seragam dan sepatu tentara dan polisi beli dari luar. Kita ini produksi di mana-mana bisa, jangan diterus-teruskan. Alat kesehatan, Pak Menteri Kesehatan, tempat tidur untuk rumah sakit, produksi saya lihat di Yogya, Bekasi, Tangerang ada, tapi beli impor," ungkap Presiden.

Jokowi mengaku sudah jengkel dengan kebiasaan impor barang tersebut. "Mau diterus-teruskan? Mau saya umumkan kalau saya jengkel. Rumah sakit daerah ini impor, Kementerian Kesehatan impor, tak baca nanti karena sekarang gampang banget lihat detailnya, saya lihat," tegas Presiden.

"Saya kemarin dari Atambua, saya lihat traktor, alsintan (alat dan mesin pertanian), saya lihat seperti itu tidak boleh Pak Menteri, tidak boleh. Pensil, kertas, saya cek, impor, pulpen, apa ini? Kadang-kadang saya mikir, ini kita mengerti tidak sih? Jangan-jangan kita tidak kerja detail sehingga tidak mengerti barang yang dibeli itu barang impor. Buku tulis impor, jangan ini diteruskan, stop!" tambah Presiden.

Kepala Negara menargetkan hingga Mei 2022 dari total anggaran APBN sebesar 526 triliun rupiah, APBD sebesar 535 triliun rupiah, BUMN senilai 420 triliun rupiah, sebanyak 400 triliun rupiah dapat digunakan untuk pembelian barang dari dalam negeri.

"Target nanti, syukur bisa sebelum 10 Mei, yang 400 triliun rupiah itu bisa tercapai, ini sangat bagus sekali dampaknya akan ke mana. Hati-hati Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tadi pagi saya cek baru dua triliun rupiah. Ini kelihatannya ada yang tidak semangat di dalam kementerian," ungkap Presiden.

Jokowi juga mengkritisi pembelian kursi dan laptop yang juga berasal dari impor. Pentingnya stop impor dan mensubstitusi dengan produk dalam negeri karena akan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. "Penambahan pertumbuhan ekonomi sudah ada di depan mata kita, kita mau mengerjakan atau tidak mau mengerjakan? Kalau mau mengerjakan, artinya ada tambahan (pertumbuhan ekonomi) sehingga saya minta dan saya tidak mau ditawar-tawar lagi urusan 400 triliun rupiah di Mei segera dorong UKM-UKM di daerah masuk segera ke e-katalog, masukkan sebanyak-banyaknya," tambah Presiden.

Jokowi juga memerintahkan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pemerintah (LKPP) hingga akhir 2022 dapat memasukkan satu juta UMKM sebagai penyuplai barang di e-katalog.

"Lompatannya harus begitu, kepala daerah ambil UKM-UKM kita yang baik-baik masuk ke e-katalog, yang sering dikeluhkan SNI susah, SNI barang apa toh? Sertifikat sulit, sertifikat apalagi? Buat sederhana, barang kita sendiri, jangan ruwet, mahal, bayar sini bayar sana, kapan UMKM kita dapat SNI kalau digitukan? Dipermudah, biar semua bisa masuk ke e-katalog. Kalau kita semangat semua seperti ini, UKM kita tersenyum semua. Uang kita sendiri, APBN kita sendiri kok dibelikan barang impor, itu bagaimana toh? Geregetan saya," tambah Kepala Negara.

Hasil simulasi BPS, dampak pembelian produk dalam negeri senilai 400 triliun rupiah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional 1,67 hingga 1,71 persen. Kalau pertumbuhan ekonomi 2021 lalu 3,69 persen maka dengan memaksimalkan penggunaan produk dalam negeri, ekonomi Indonesia bisa tumbuh 5,36-5,4 persen.

Awasi Realisasi

Presiden dalam kesempatan itu meminta Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Muhammad Yusuf Ateh, mengawasi realisasi kebijakan sebanyak 40 persen alokasi anggaran di APBN, APBD, dan BUMN digunakan untuk belanja produk dalam negeri. "Menteri Keuangan, BPKP betul-betul mengawasi, sudah berapa sih transaksi yang ada? Lapor harian ke saya," kata Presiden.

Bagi menteri, Presiden mengatakan tidak segan menjatuhkan sanksi dengan mengganti mereka yang tetap doyan impor. Adapun bagi pemda, Presiden akan meminta Menkeu memotong Dana Alokasi Khusus (DAK) dan menahan Dana Alokasi Umum (DAU), sedangkan direksi BUMN juga akan dicopot oleh Menteri BUMN.

"BUMN, saya sampaikan ke Menteri BUMN, sudah ganti dirutnya, ganti, ngapain kita? Kementerian, sama saja tapi itu bagian saya itu. Reshuffle. Kaya gini tidak bisa jalan, sudah di depan mata uangnya ada, uang-uang kita sendiri, tinggal belanjakan produk dalam negeri saja sulit, dan saya awasi betul," tegas Presiden.

Lapangan Kerja

Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Brawijaya, Andy Fefta Wijaya, mengatakan peringatan Presiden Jokowi tersebut menggerakkan ekonomi dalam negeri, menyediakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Efek multiflier-nya akan dirasakan masyarakat Indonesia. Apalagi jika instruksi tersebut ditujukan kepada produk-produk yang dihasilkan UMKM maka akan meningkatkan pemerataan di samping pertumbuhan ekonomi," kata Andy.

Tantangannya, jelas Andy, adalah harga produk dalam negeri yang belum bisa bersaing dengan produk luar negeri, terutama dari Tiongkok yang murah. Selain itu, kualitas produk dalam negeri harus mengimbangi kualitas produk luar negeri. "Jangan sampai nanti produk dalam negeri harganya lebih tinggi, tapi kualitasnya lebih rendah," kata Andy.

Pakar Ekonomi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Y Susilo, mengatakan kemarahan Presiden seharusnya jadi momentum untuk meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) oleh industri sehingga kebergantungan pada bahan baku impor berkurang.

"Ini soal apresiasi pada produk yang dibuat oleh warga kita sendiri. Impor seolah-olah lebih murah, lebih bagus, lebih gampang, padahal itu kan hasil dari proses panjang, tidak lalu tiba-tiba bisa begitu," katanya.

Dengan diberi kesempatan yang lebih luas maka produk dalam negeri pun secara perlahan akan semakin murah dan kualitasnya pun meningkat.

"Banyak juga produk yang sebenarnya sudah sangat kompetitif, tapi para pemegang anggaran kadang lebih memilih produk impor seperti yang disampaikan Presiden," kata Susilo.

Rekannya dari Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B. Suhartoko, mengatakan Presiden Jokowi benar benar ingin mengimplementasi kemauan politik terutama dalam berdikari dalam bidang ekonomi.

Penggunaan barang barang asing tidak akan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri, penyerapan tenaga kerja. "Jika dari APBN saja mempunyai dampak yang besar, apalagi gerakan itu juga meliputi gerakan konsumsi barang domestik yang didukung pasar yang besar sehingga skala ekonomis produksi bisa dilakukan dengan bahan baku domestik," kata Suhartoko.

Dengan good will (kemauan) politik yang kuat dari Presiden maka perlu disusun sistem yang efektif dan komprehensif, meliputi monitoring dan evaluasi, reward and punishment para pelakunya, serta target pencapaiannya. "Dengan demikian tidak berhenti pada jargon semata," kata Suhartoko.

Baca Juga: