JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menyaksikan peletakan batu pertama pembangunan pabrik baterai untuk kendaraan listrik di Karawang, Rabu (15/9), mengatakan era kejayaan komoditas bahan mentah sudah berakhir. Sebab itu, dibutuhkan keberanian untuk mengubah struktur ekonomi yang selama ini berbasis komoditas dan beralih ke industrialisasi.

"Indonesia harus menjadi negara industri yang kuat dengan berbasis pada pengembangan inovasi teknologi," kata Presiden, Rabu (15/9).

Kehadiran pabrik baterai untuk kendaraan listrik, ungkap Presiden, menunjukkan keseriusan pemerintah untuk melakukan hilirisasi. Indonesia saat ini harus punya strategi untuk keluar dari jebakan pengekspor bahan mentah.

"Indonesia juga menargetkan untuk melepaskan kebergantungan pada produk impor," kata Kepala Negara.

Oleh sebab itu, pemerintah berupaya mempercepat revitalisasi industri pengolahan agar dapat memberikan peningkatan nilai tambah ekonomi yang semakin tinggi.

Berdirinya pabrik baterai bagi kendaraan listrik, lanjut Presiden, menunjukkan pemanfaatan potensi Indonesia yang saat ini memiliki cadangan nikel terbesar di dunia.

"Dengan potensi yang luar biasa itu, saya yakin tiga-empat tahun ke depan melalui manajemen pengelolaan yang baik, Indonesia akan bisa menjadi produsen utama produk barang jadi berbasis nikel, seperti baterai litium, baterai listrik, baterai kendaraan listrik," kata Presiden.

Hilirisasi industri nikel akan meningkatkan nilai tambah bijih nikel secara signifikan. Jika diolah dengan sel baterai, nilainya bisa meningkat sampai tujuh kali lipat, sedangkan jika diolah menjadi baterai mobil listrik maka nilai tambahnya akan meningkat 11 kali lipat.

Pengembangan industri baterai juga akan meningkatkan daya tarik Indonesia sebagai negara tujuan investasi. "Pemerintah Indonesia berkomitmen penuh untuk memberikan dukungan dan memberikan pengembangan ekosistem industri baterai dan kendaraan listrik," kata Jokowi.

Guna mendukung investasi, pemerintah, tambah Presiden, akan terus menggulirkan reformasi struktural sehingga memberi kepastian hukum dan kemudahan perizinan kepada pelaku usaha dan para investor untuk mengembangkan usahanya di Indonesia.

Pakar Ekonomi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Wasiaturrahma, yang diminta pendapatnya, menyatakan sangat mendukung pernyataan Presiden karena pertumbuhan selama ini emang di-drive oleh sektor komoditas.

"Apabila harga komoditas rendah maka pengaruhnya sangat tajam pada penurunan pemasukan devisa kita," kata Wasiaturrahma.

Namun untuk berinovasi dengan kemajuan teknologi yang pesat, tentu membutuhkan dukungan infrastruktur yang cukup sebagai negara kepulauan.

Harus Berubah

Direktur Eksekutif Energi Watch Indonesia, Ferdinand Hutahaean, mengatakan apa yang disampaikan oleh Presiden sangat benar.

"Kita harus berani berubah, berani bertransformasi dari rezim bahan mentah ke rezim industrialisasi, beralih ke produk jadi berbasis pada teknologi sekarang dan teknologi yang akan booming pada masa ke depan," kata Ferdinand.

Tanpa keberanian bertransformasi, maka Indonesia tetap tertinggal dan menjadi negara konsumen, negara pasar, negara pembeli sementara kita punya semua jenis bahan baku. Ini harus diubah dan digeser kebijakannya," tegas Ferdinand.

Baca Juga: