» Semua negara diuji menghadapi kondisi geopolitik global yang sedang tidak jelas.

» Kolaborasi berbagai pihak diperlukan dalam mencari solusi bagi kesejahteraan masyarakat.

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam "Sarasehan 100 Ekonom Indonesia 2022" di Jakarta, Rabu (7/9), mengatakan dalam kondisi geopolitik global yang penuh ketidakpastian dibutuhkan pemikiran yang cerdik dan lihai. Pemikiran yang cerdik dan lihai itu, menurut Presiden, lebih tepat diterapkan dalam menghadapi krisis.

"Saya titip ke ekonom, jangan menggunakan pakem-pakem yang ada, jangan menggunakan standar yang ada karena saat ini sangat tidak normal sehingga dibutuhkan pemikiran 'Abu Nawas', yang kancil-kancil," kata Jokowi dalam acara yang juga dihadiri jajaran Menteri Kabinet Indonesia Maju.

Presiden menjelaskan kalau bekerja untuk saat ini tidak bisa yang makro saja, tetapi harus ditambah mikro. "Kalau mikro juga belum dapat, ya harus makro, mikro, ya detail, fokus, ketemu nanti, satu per satu (caranya-red) karena sekali lagi keadaan sangat tidak normal," tambah Presiden.

Dunia, papar Kepala Negara, berubah sangat luar biasa terutama setelah pandemi. Indonesia beruntung saat itu awal-awal pandemi Indonesia tidak lockdown atau penguncian wilayah.

"Saya tidak bisa memperkirakan kalau pemerintah memutuskan untuk lockdown saat awal pandemi. Ekonomi kita akan seperti apa? Berakibat sosial politik seperti apa? Karena awal-awal (pandemi) hampir mungkin 70 negara semua melakukan lockdown, di kabinet sendiri 80 persen minta lockdown, survei rakyat minta 80 persen lockdown, tapi saat itu saya 'semedi', saya endapkan betul apa benar harus melakukan itu? kenang Presiden.

Dari hasil perenungan, Presiden Jokowi memutuskan agar Indonesia tidak melakukan lockdown. "Ternyata betul, kalau lockdown mungkin kita bisa minus 17 persen," tambah Presiden.

Dari pandemi Covid-19, Indonesia telah belajar menghadapi guncangan dan belajar mengonsolidasikan kebijakan mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga rukun tetangga (RT).

"Ormas bergabung dengan TNI/ Polri, semua masyarakat bergerak, masyarakat melakukan konsolidasi. Hal seperti itu yang harus diteruskan karena perang, krisis energi, krisis pangan, dan krisis finansial. Ini yang paling bisa kita lakukan, mengonsolidasikan dari atas sampai bawah karena saya meyakini "landscape" politik dan ekonomi akan berubah dan bergeser ke arah mana itu yang belum diketahui," jelas Presiden.

Saat ini, tambah Presiden, semua negara sedang diuji kemampuannya untuk menghadapi kondisi geopolitik global yang sedang tidak jelas dan tidak bisa diperkirakan.

Pilihan Cerdas

Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Brawijaya, Malang, Andy Fefta Wijaya, mengatakan pernyataan Presiden itu sebenarnya ungkapan untuk kabinet pemerintahan agar cerdik mengambil kebijakan tanpa menimbulkan gejolak sebagaimana Abu Nawas yang cerdas dan lihai.

"Sebenarnya itu cerminan yang ditujukan kepada kabinet agar lebih pintar mengambil kebijakan. Karena, rakyat kecil sudah lama menyiasati situasi ekonomi yang ada saat ini dengan berpikir cerdik dan lihai. Jika tidak, mereka sulit untuk bisa survive dengan kebijakan pemerintah yang membawa implikasi kurang baik untuk kehidupan mereka," kata Andy.

Misalnya, kebijakan menaikkan harga BBM. Kalau pemerintah berpikir dengan menaikkan harga BBM untuk mengurangi subsidi dan dapat menyejahterakan masyarakat kecil dengan menambahkan bansos 600 ribu rupiah itu adalah logika awal yang dibangun.

Namun, perilaku masyarakat tidak dapat diinterpretasikan dengan logika linear seperti itu. Masyarakat akan beraksi bahkan yang tidak diduga dan diprediksi oleh pemerintah. "Sebenarnya mana yang lebih urgen, menghapus subsidi BBM dalam situasi sulit seperti sekarang atau mengerem utang luar negeri kita untuk berbagai proyek besar? Pilihan cerdik ada di pengambil kebijakan, tinggal mau atau tidak mengambil pilihan yang cerdas," katanya.

Pada kesempatan berbeda, Peneliti Ekonomi Center of Reform on Economic (Core), Yusuf Rendi Manilet, mengatakan dalam kondisi saat ini, kolaborasi antara beragam pihak diperlukan dalam mencari solusi untuk kesejahteraan masyarakat luas.

Pemerintah harus melihat secara lebih luas dan utuh bagaimana dampak dari kondisi saat ini terhadap semua kelompok golongan. "Harapannya, semua kelompok mendapatkan bantalan. Artinya, bantuan tidak hanya diberikan kepada kelompok pendapatan bawah, tetapi juga kelompok pendapatan menengah dan memberikan insentif yang menarik untuk kelompok pendapatan atas," kata Rendi.

Baca Juga: