JAKARTA - Presiden Joko Widodo dalam acara Economy Outlook 2021 yang berlangsung di Jakarta, Kamis (25/2), berharap sektor swasta atau pelaku usaha bisa memperluas lapangan kerja dalam jangka panjang. Hal itu diharapkan agar bisa menyerap angkatan kerja yang terus meningkat setiap tahun.

Harapan ke pelaku usaha itu karena belanja pemerintah, kata Presiden, hanya mampu membiayai program padat karya dan lapangan kerja dalam jangka pendek. Sedangkan sektor swasta dinilai mampu menciptakan lapangan kerja dalam jangka waktu lebih panjang.

Perluasan itu, jelas Kepala Negara, bisa dengan menghidupkan kembali usaha-usaha yang sudah berjalan maupun merintis usaha-usaha baru, baik dengan dana sendiri, pendanaan dari bank, nonbank, maupun mengundang investor dari luar negeri.

Jokowi pun berharap agar upaya sektor swasta membangun usaha mendapat dukungan pembiayaan dari perbankan. Dalam pengucuran kredit, diharapkan bank tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian serta tetap menjaga tingkat kesehatan bank.

"Saya senang memperoleh laporan rasio kewajiban penyediaan modal minimum 23,78 persen, dan bank telah menyiapkan cadangan yang memadai jika ada peningkatan kredit berisiko," kata Presiden.

Menaggapi pernyataan Presiden, Pakar Ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, sepakat bahwa perluasan lapangan kerja dalam jangka panjang lebih menitikberatkan peran pelaku usaha. Kendati demikian, dukungan pemerintah diharapkan dengan menciptakan iklim investasi yang kondusif, sekaligus mendorong penyiapan sumber daya manusia (SDM) melalui program pendidikan vokasi.

"Ini menunjukkan harapan bahwa investasi yang ditanam berupa usaha yang dapat menyerap tenaga kerja, bukan portofolio," kata Wibisono.

Menurut dia, sektor swasta memang menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang lebih besar, berbeda dengan pemerintah, hanya dari Aparatur Sipil Negara (ASN) dan karyawan BUMN.

"Pemerintah hanya menyantuni dalam bentuk program padat karya untuk tenaga yang unskill (tanpa keahlian), agar mereka tidak tersingkir karena hukum pasar, dan mencegah kemiskinan ekstrem," kata Wibisono.

Tidak Memenuhi

Kesempatan kerja, katanya, sebenarnya tumbuh sangat pesat, tetapi ada pergeseran kebutuhan soal skill, sehingga banyak yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pasar kerja. Untuk itu, pemerintah diharapkan mendorong regulasi dan iklim pendidikan vokasi yang lebih luas untuk mengatasi persoalan tersebut.

"Tanpa kesiapan SDM, jangan mimpi kita bisa menjadi negara nomor empat pada 2045," katanya.

Selain itu, pemerintah juga harus mengawasi persaingan swasta agar lebih sehat sehingga memunculkan pebisnis atau entrepreneur yang benar-benar andal. Bukan yang memanfaatkan celah regulasi atau upaya-upaya melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) untuk melanggengkan bisnisnya.

Berkaitan dengan tenaga kerja, Chief Economist CIMB Niaga, Adrian Panggabean mengatakan jika belajar dari episode krisis moneter pada 1998 dan krisis di negara-negara lain, pekerja yang terlalu lama dirumahkan akan cenderung kesulitan memperoleh kembali pekerjaannya. Pola tersebut berpotensi terulang pada 2022, terlebih saat bisnis semakin mengarah kepada moda digital atau bahkan penggunaan artificial intelligence yang lebih marak.

n SB/E-9

Baca Juga: