JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti laporan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Roni Dwi Susanto yang menyatakan hingga November 2020 masih memproses pengadaan barang dan jasa senilai 60,58 triliun rupiah. Di mana 48,8 triliun rupiah di antaranya berupa pekerjaan konstruksi.

"Bulan November masih 40 triliun rupiah dan itu konstruksi. Terus kalau itu nanti selesai, barangnya kayak apa? Kalau bangunan ya ambruk, Jembatan ya ambruk hanya berapa bulan (dikerjakan). Sekali lagi, jangan sampai diulang-ulang. Semuanya menumpuk di akhir tahun," tegas Presiden, di Jakarta, Rabu (18/11).

Dia menilai, banyak kementerian, lembaga, serta pemda masih bekerja dengan cara-cara lama dan hanya mengikuti rutinitas. Harus ada terobosan.

"Bahkan dalam situasi dan kondisi darurat seperti ini masih bekerja dengan channel yang ordinary, biasa-biasa saja, normal-normal saja. Belum berganti channel ke extra ordinary. Belum mengubah Standard Operasional Prosedur dari normal menjadi short cut yang penuh terobosan," tandas Jokowi.

Sekarang, dibutuhkan percepatan realisasi belanja pemerintah guna mendorong permintaan, meningkatkan konsumsi masyarakat dan menggerakkan produksi. Akhirnya ekonomi tumbuh kembali. "Kita ingat di kuartal II-2020, konsumsi pemerintah masih minus 6 persen. Di kuartal III kita tumbuh 9 persen. Itulah trigger ekonomi dari kuartal II ekonomi minus 5,32 persen, ke kuartal III masuk tren kenaikan dengan minus 3,49 persen," kata Presiden.

Jokowi juga menyentil para menteri, gubernur, bupati dan wali kota tidak berani mengambil risiko. Mereka terkesan ketakutan berlebihan dalam mengeksekusi anggaran. Akibatnya, anggaran banyak diparkir di bank dan program tidak berjalan.

"Seharusnya para pejabat yang telah diberikan amanah berani mengambil risiko untuk kepentingan rakyat, sepanjang dilakukan dengan itikad baik, tidak ada mens rea (niat) korupsi," kata Kepala Negara. bud/G-1

Baca Juga: