JAKARTA - Praktik predatory pricing yang banyak dilakukan perusahaan platform perdagangan elektronik, e-commerce, merupakan strategi yang membuat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tidak bisa bersaing dengan produk asing.

Predatory pricing seperti dikutip dari Price Intelligently adalah praktik menjual barang di bawah harga modal yang bertujuan melemahkan pesaing dan pada akhirnya memonopoli pasar.

Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, usai rapat koordinasi di Jakarta, Selasa (14/6), mengatakan untuk menyelamatkan pengusaha UMKM, pemerintah akan mengubah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik (PMSE), antara lain berkaitan dengan predatory pricing.

"Predatory pricing itu untuk membesarkan valuasi dari bisnis e-commerce, termasuk untuk membunuh produk dalam negeri. Itu hampir tidak masuk akal, ada kekuatan ekonomi besar yang bakar uang, tapi bisa membunuh UMKM," kata Teten.

Menkop menginginkan e-commerce hanya menjadi penyedia platform saja, bukan sekaligus menjual produknya sendiri atau perusahaan afiliasinya.

Dalam pertemuan tersebut, dia mengundang pelaku UMKM, asosiasi, dan e-commerce untuk meredesain bisnis model ekonomi digital.

Presiden Joko Widodo telah menugaskan pihaknya untuk mengoordinasi persoalan tersebut bersama Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Kementerian Keuangan. "Bapak Presiden ingin melindungi tiga hal, yaitu melindungi industri dalam negeri termasuk e-commerce dalam negeri, lalu ingin melindungi UMKM, dan konsumen," ungkapnya.

Menurut Teten, kebijakan nasional terkait ekonomi digital itu sangat luas, seperti mengatur perihal marketplace. Dalam hal ini, pemerintah memastikan akan mempercepat revisi Permendag No 50.

Lebih lanjut, dia mengatakan sengaja mengundang para pemangku kepentingan lain untuk membahas revisi Permendag agar substansi yang terkandung dalam aturan tersebut sesuai dengan kebutuhan.

"Kita ingin melindungi UMKM, di sisi lain juga ingin Indonesia menjadi tetap atraktif untuk investasi. Kita bukan ingin menutup pasar Indonesia dari produk asing, tapi bagaimana produk asing memiliki playing field yang sama dengan produk UMKM," kata Teten.

Porsi Kecil

Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan beberapa platform e-commerce sudah memberi ruang bagi UMKM Indonesia. "Masalahnya, memang porsinya lebih sedikit dibandingkan produk lainnya," kata Esther.

Dengan konsumen yang realistis mencari produk yang harganya murah dan branded maka produk UMKM akan kalah. Sebab itu, perlu diberi insentif khusus untuk masuk ke platform e-commerce, misalnya dengan mengenakan tarif yang lebih ringan.

Baca Juga: