Penanaman nilai-nilai antikorupsi bukan hanya ditujukan kepada murid, melainkan juga terhadap guru.

JAKARTA - Praktik koruptif di lembaga pendidikan masih banyak ditemukan. Praktik tersebut rentan terjadi di tata kelola lembaga pendidikan seperti penggunaan anggaran maupun pada pengadaan barang dan jasa serta gratifikasi pada para guru.

"Masih banyak kepala sekolah dan guru yang tidak menjadi teladan dalam menjalankan prinsip antikorupsi. Padahal menanamkan nilai-nilai antikorupsi itu bukan hanya pada murid, tetapi juga pada guru, bagaimana murid bisa mengimplementasikannya jika guru guru masih menerima gratifikasi?" tegas Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Wawan Wardiana, dalam Dialog virtual FMB9 bertajuk Mewujudkan PPDB yang Objektif, Transparan, dan Akuntabel, Senin (1/7).

Wawan menerangkan, pada 2023, Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan menghasilkan skor nasional sebesar 73,7. Angka tersebut tergolong rendah karena masih pada level dua dari lima level indikator yang telah ditentukan.

Menurutnya, skor SPI nasional pada level dua itu artinya bahwa penegakan prinsip-prinsip antikorupsi masih banyak yang harus diperbaiki. "Skor 73,7 ini masih berada di level dua. Level 1 sangat rentan, level 2 korektif, level 3 adaptif, level 4 kuat, dan level 5 tangguh. Jadi, pekerjaan rumah kita masih banyak untuk mencapai level tertinggi," ujarnya.

Wawan menambahkan, masih rendahnya skor SPI Pendidikan itu juga selaras dengan dalam temuan pihaknya di lapangan terhadap sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB). Dia menjelaskan sekitar 25 persen siswa diterima dengan syarat orang tua atau wali memberi imbalan, dan 43 persen guru merasa banyak siswa yang "terpaksa" diterima meskipun tidak memenuhi syarat PPDB.

Karena itu, Wawan menekankan pentingnya penanaman integritas di lingkungan sekolah, termasuk dalam proses PPDB. Selain itu, orang tua maupun wali siswa juga perlu memahami dan memiliki integritas.

Wawan juga menekankan pentingnya pengawasan dan sosialisasi sistem PPDB harus dilakukan jauh sebelum pelaksanaan, termasuk perubahan-perubahannya berdasarkan hasil evaluasi tahunan. Dia mencontohkan inspektorat dan dinas pendidikan daerah perlu melakukan sosialisasi kepada masyarakat, guru, dan kepala sekolah yang menjadi panitia PPDB jauh-jauh hari sebelumnya.

Pentingnya Pengawasan

Sementara itu, Direktur Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Muhammad Hasbi, mengatakan selain regulasi, pengawasan juga menjamin keberlangsungan transparansi PPDB. Dia menilai langkah tersebut sebagai kunci untuk memastikan bahwa regulasi PPDB diterapkan dengan benar.

Kemendikbudristek bekerja sama dengan berbagai lembaga, seperti KPK, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam membentuk forum koordinasi pengawasan PPDB.

Tujuan utama pengawasan ini untuk mendorong pemerintah daerah mematuhi regulasi dan melakukan evaluasi pelaksanaan PPDB setiap tahun. Kolaborasi ini juga melibatkan penandatanganan pakta integritas oleh seluruh pemangku kepentingan pendidikan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.

Baca Juga: