JAKARTA - Praktik praktik kearifan lokal yang sudah lama berjalan di lingkungan masyarakat dinilai sebagai pelengkap pemulihan ekonomi global yang tengah berjalan. Ia memberikan gambaran tentang konsep hidup yang berkelanjutan atau sustainable living.

"Kekayaan kebudayaan yang dimiliki Indonesia menjadi modal besar dalam mengatasi berbagai persoalan yang ada di dunia saat ini. Mulai dari isu perubahaan iklim, degradasi lingkungan, hingga seputar masalah krisis pangan. Demikian diungkapkan Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek RI, Hilmar Farid dalam diskusi online yang digelar FMB9 di Jakarta, Rabu (7/9).

Sebagaimana diketahui, Hilmar menjelaskan, Group of Twenty atau G20 merupakan sebuah forum yang lebih fokus pada urusan ekonomi. Namun dunia saat ini, terang Hilmar, sedang berada dalam situasi luar biasa.

"Jadi sebuah economic establishment itu (G20) sekarang sedang mencari jalan. Bagaimana caranya mengatasi problem-problemini; mulai dari perubahan iklim, degradasi lingkungan, juga problem mengatasi berbagai masalah seperti pangan dan lain-lain," kata Hilmar.

Pertanyaan sederhana namun fundamental, tambah Hilmar, adalah terkait kontribusi pengelolaan kekayaan budaya dalam menjawab isu-isu tersebut.

Dalam mengangkat dan menampilkan berbagai praktik baik yang ditemukan dalam beragam kebudayaan di Nusantara, menurut Hilmar, bukan untuk menggantikan praktik-praktik bersifat teknis yang berkaitan dengan ekonomi. Namun untuk memberikan gambaran tentang konsep hidup berkelanjutan (sustainable living) yang selalu lestari Indonesia kepada dunia.

"Tetapi justru memberi potret gitu ya, pendekatan yang ada selama ini untuk melihat pada kebudayaan. Karena itu, kita mengaddres menanggapi isu sustainability ini yang sebenarnya praktik-praktiknya sudah banyak ditemukan di masyarakat dengan kearifan lokal," tegasnya.

Menariknya, lanjut Hilmar, kesadaran akan lingkungan semakin berkembang dan menguat di kalangan anak muda. Selain itu, tambahnya, ada banyak praktiek yang berkembang di masyarakat, baik mulai dari belanja lebih sedikit hingga menghemat sumber daya berkembang di masyarakat.

"Jadi, praktik-praktiknya sekarang sudah tersebar di mana-mana. Tantangannya sekarang bagi kita adalah bagaimana mengkonsolidasi praktik baik ini, sehingga ia menjadi arus utamanya. Ini kurang-lebih akan menjadi fokus dari pembicaraan di bidang kebudayaan dalam forum G20," pungkas Hilmar.

Baca Juga: