JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat total potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap yang dapat dikembangkan di Indonesia sebesar 32,5 gigawatt (GW).
Potensi tersebut paling banyak berasal dari sektor rumah tangga sebesar 19,8 GW, diikuti sektor bisnis 5,9 GW, sosial 4,6 GW, industri 1,9 GW, dan pemerintah 0,3 GW. "Jadi, kami memanfaatkan atap-atap yang selama ini tidak digunakan.
Karena untuk pembangunan PLTS selama ini kami bermasalah dengan lahan," kata Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna, dalam webinar LPPI ke-77, di Jakarta, Kamis (9/6). Seperti dikutip dari Antara, dengan pemanfaatan atap yang ada selama ini, dia berharap biaya untuk lahan PLTS bisa dikurangi.
Pemerintah sedang melaksanakan program implementasi PLTS Atap yang ditargetkan mencapai 3,61 GW pada tahun 2025. Menurut Andriah, program tersebut merupakan salah satu strategi pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia, di luar pembangunan PLTS dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Akan Dikembangkan
Untuk mencapai target pada tahun 2025, pada tahun 2022 direncanakan pengembangan PLTS Atap mencapai 0,45 GW, tahun 2023 sebesar 0,9 GW, dan tahun 2024 mencapai 1,8 GW. "Dari target pemerintah ini diharapkan dukungan dari berbagai agar bisa tercapai," ungkapnya.
Per April 2022, Andriah menuturkan telah terdapat 5.547 pelanggan PLTS Atap di seluruh Indonesia dengan kapasitas 0,06 GW, yang didominasi oleh pelanggan rumah tangga.
Dilihat dari lokasinya, Jawa Barat mendominasi pelanggan PLTS Atap, disusul Jakarta, serta Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Sistem PLTS Atap meliputi modal surya, inverter, sambungan listrik pelanggan, sistem pengaman, dan meter kWh ekspor-impor yang dapat dilengkapi dengan baterai atau media penyimpanan lainnya.
Ia menyebutkan tujuan dan manfaat PLTS Atap yakni menghemat tagihan listrik pelanggan, mendapatkan listrik dari sumber EBT, dan berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca.
Sebelumnya disampaikan, kebijakan membatasi pemanfaatan PLTS atap 10 sampai 15 persen dari kapasitas dinilai bisa membuat listrik matahari tak menarik dari sisi keekonomian.