Kejayaan kema r i t i m a n Nusantara telah diakui dunia sejak masa kerajaan. Isu kemaritiman kembali diangkat Presiden Jokowi dan ditempatkan sebagai salah satu fokus pemerintahan. Tidak tanggung-tanggung fokus itu masuk dalam visi pemerintah yaitu mengantarkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Peta di lapangan menunjukkan potensi besar yang mendukung visi tersebut. Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau, 104.000 kilometer garis pantai, dan luas lautan 5,8 juta kilometer persegi dengan segudang kekayaan sumberdayanya. Setiap negara mengincar potensi ini guna mengeruk pundipundi ekonomi serta tujuan geopolitik (Lupiyanto, 2014).
Dilema di lapangan muncul dan berpotensi menimbulkan petakan bagi visi poros maritim dunia. Salah satunya adalah fenomena reklamasi seperti terjadi di Teluk Jakarta. Dinamika ini mendominasi kaleidoskop sektor kemaritiman sepanjang tahun 2017. Megaproyek reklamasi selalu mengalami dilema dan sengkarut permasalahan.
Permasalahan paling kompleks dan sensitif muncul dari teropong keadilan ekonomi dan kelestarian ekologi. Polemik reklamasi yang paling hangat sekarang ini adalah reklamasi Teluk Jakarta. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman resmi mencabut moratorium untuk 17 pulau reklamasi melalui surat pemberitahuan bernomor S-78-001/02/Menko/Maritim/ X/2017 tertanggal 5 Oktober 2017.
Pencabutan moratorium diklaim telah melalui kajian sebagaimana dipersyaratkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Pencabutan moratorium diklaim telah melalui kajian sebagaimana dipersyaratkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Pengembang menyatakan telah memenuhi enam persyaratan lingkungan yang diajukan Kementerian LHK sesuai SK Nomor 355/Menlhk/Setjen/ Kum.9/5/2016.
Syarat tersebut antara lain menghentikan seluruh operasional kegiatan reklamasi hingga terpenuhinya syarat lingkungan, memperbaiki dokumen lingkungan dan perizinan dalam waktu 120 hari, melaporkan sumber dan jumlah material pasir uruk, batu, dan tanah yang digunakan dalam kegiatan reklamasi dalam waktu 14 hari.
Selanjutnya, melakukan kewajiban lain yang tercantum dalam izin lingkungan, di antaranya koordinasi dengan PT PLN, PT Nusantara Regas, dan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) tentang pengawasan dan evaluasi pengerjaan reklamasi. Lalu membuat dan menyampaikan pelaksanaan izin lingkungan dalam waktu 14 hari, serta melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka menghindari dampak lingkungan selama penghentian kegiatan perusahaan.
Berbagai elemen khususnya Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) menuding adanya kepentingan-kepentingan besar di balik proyek raksasa reklamasi. Indikasinya pemerintah cenderung memudahkan aturan untuk perizinan. Sejauh ini juga belum ada Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur reklamasi.
Pembahasan moratorium, kajian, hingga pencabutan kembali diklaim KSTJ tidak pernah melibatkan pihak-pihak yang kontra reklamasi. Fakta ini menjadikan pesimisme dan meragukan komitmen Presiden Joko Widodo dalam merealisasikan visi besarnya menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Kompleksitas Dampak
Dampak negatif yang kompleks diprakirakan akan muncul jika terjadi reklamasi. Dampak yang akan terjadi antara lain konflik agraria, kerusakan lingkungan, krisis iklim dan pemiskinan kepada nelayan. Dampak buruk tersebut tidak hanya dirasakan didaerah reklamasi, namun didaerah asal pengambilan material (Oni, 2017).
Data KSTJ menyebutkan bahwa pascamoratorium terdapat fakta adanya peningkatan hasil tangkapan ikan dan budiday kerang hijau, yang tentunya berdampak positif kepada kehidupan nelayan. Tigor (2017) menambahkan bahwa perairan yang berada di wilayah reklamasiberpotensi tercemar. Akibatnya ikan tidak bisa lagi hidup di sana dan menurunkan penghasilan nelayan. Pengambilan pasir untuk menguruk laut dari Banten juga mengakibatkan abrasi yang cukup besar di Serang Utara.
Sekitar 750 hektar lahan Bandeng masyakarat di pesisir dikabarkan terancam. Selanjutnya reklamasi juga berpotensi banjir Jakarta khususnya pesisir. Penyebabnya sebanyak 13 aliran sungai yang masuk ke Teluk Jakarta tertahan pulau-pulau reklamasi. Dampak lanjutannya adalah penurunan kualitas air pesisir.
Penyebabnya dari limbah kegiatan di pulau reklamasi tersebut. Jangkauan dampak juga diprediksikan hingga ke Kepulauan Seribu karena masih satu ekosistem Langkah Kritis Pencabutan moratorium reklamasi bukanlah titik akhir dari upaya menyelamatkan pesisir Jakarta. Penyikapan melalui langkah sosial politik dan hukum penting ditempuh.
Berbagai pihak yang memiliki kepedulian sama penting bergandengan tangan dalam optimalisasi upaya ini. Jalur hukum dapat ditempuh guna mempermasalahkan pencabutan moratorium reklamasi. Gugatan pengadilan penting dilayangkan. Klaim pemenuhan dokumen berbasis kajian oleh Kemenko Maritim dapat dituntut pengujiannya.
Tim peneliti independen yang bereputasi penting dihadirkan menguji updating kajian tersebut. Hal yang dikhawatirkan dan dipermasalahkan sejak awal sifatnya substansial. Jawaban atas keraguan dan prediksi dampak penting mestinya diberikan melalui proses meyakinkan yang akurat, partisipatif, dan tidak formalitas.
Proses kajian mestinya terbuka dan parsitipatoris dalam semua tahapnya. Hal ini diabaikan oleh penyusun dan instansi terkait. Padahal filosofi hingga regulasi menuntut proses penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) hingga Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) terbuka dan partisipastif. Kajian tandingan dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip independen, obyektif, dan partisipatif. Pihak-pihak dari dunia riset, perguruan tinggi dan kalangan profesional dapat diajak berpartisipasi.
Hasil kajian ini nantinya juga sama-sama dapat diuji secara transparan. Langkah politis dapat dilakukan dengan melakukan komunikasi langsung menghadap Presiden Jokowi. Basis data dan dokumen lapangan serta kajian penting dibawa dan ditunjukkan. Jokowi dapat ditagih keberpihakannya terhadap rakyat kecil yaitu nelayan.
Selain ini dapat diingatkan komitmennya mengembangkan poros maritim dunia. Reklamasi memiliki potensi negatif atau menghambat pencapaian poros maritim dunia. Selanjutnya pengingatan dan tagihan juga dapat dilayangkan kepada Gubernur terpilih Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Pascapelantikan janji kampanye menolak reklamasi mesti dituntut konsisten dan berkomitmen dijaga dan diperjuangkan. Surat Kemenko Maritim tentang pencabutan moratorium dalam bagian akhir mengharapkan peran Pemprov DKI. Peran tersebut adalah pengawasan bersadarkan kewenangan agar pelaksanaan moratorium sesuai peraturan perundangan.
Pernyataan ini jika dicermati agak lucu, dimana sifat harapan tidaklah mengikat. Selanjutnya idealita yang diinginkan pelaksanaan reklamasi sesuai peraturan, padahal sejak awal diungkit beberapa pihak melanggar peraturan. Pemprov DKI sekarang mestinya menahan diri dari sikap terhadap pencabutan moratorium.
Ribut Lupiyanto, Deputi Direktur C-PubliCA (Center for Public Capacity) Acceleration)