Kota kecil Port Royal pernah disebut sebagai "kota paling jahat di dunia". Pada abad ke-17, kota ini menjadi pusat aktivitas bajak laut dan tempat segala tindak kriminal hidup subur, meski tidak lama kemudian lenyap akibat gempa bumi dan tsunami.

Kota kecil Port Royal pernah disebut sebagai "kota paling jahat di dunia". Pada abad ke-17, kota ini menjadi pusat aktivitas bajak laut dan tempat segala tindak kriminal hidup subur, meski tidak lama kemudian lenyap akibat gempa bumi dan tsunami.

Port Royal di selatan Jamaika merupakan sebuah kota kecil. Luasnya hanya 52 hektare, letaknya di ujung Palisadoes, di muara Pelabuhan Kingston, tenggara negara itu. Didirikan pada 1494 oleh Spanyol dengan namaCaguay or Caguaya, kota ini pernah menjadi kota terbesar di Karibia.

Letaknya yang strategis dari Eropa menuju negeri jajahan menjadikannya sebagai pusat pelayaran dan perdagangan di Laut Karibia pada paruh kedua abad ke-17. Namun daratan berupa tanjung yang terhubung ke pulau ini kemudian menjelma menjadi "kota paling jahat di dunia" karena tempat ini menjadi basis bajak laut atau perompak, para pemburu harta karun, musuh angkatan laut Spanyol dan penjarahan.

Sebagai kota pelabuhan, kota ini terkenal karena kekayaannya yang mencolok dan moral yang longgar. Itu adalah pelabuhan populer bagi paraprivateeryaitu orang pribadi atau kapal yang terlibat dalam perang maritim di bawah suatu komisi perang.

Mereka disponsori Inggris dan Belanda untuk menjarah harta kapal dagang Spanyol selama abad ke-17, pada saat negara-negara kecil Eropa enggan menyerang Spanyol secara langsung. Ketika itu, negeri di semenanjuang Iberia sangat perkasa di kawasan dibandingkan aktor kolonial lain dari Eropa.

Ketika pemerintah-pemerintah tersebut meninggalkan praktik penerbitan surat merek kepada swasta terhadap armada dan harta benda Spanyol di akhir abad ke-16, banyak awak kapal yang berubah menjadi bajak laut. Mereka terus menggunakan kota ini sebagai basis utama mereka selama abad ke-17.

Bajak laut dari seluruh dunia berkumpul di Port Royal yang memiliki aturan hukum yang longgar. Mereka datang dari berbagai kawasan di dunia mulai dari perairan di sekitar Port Royal hingga Madagaskar, hingga menjadikan Port Royal sebagai surga kejahatan.

Namun kemewahan pelabuhan terkaya di Hindia Barat ini berakhir dengan cepat. Tepat pada tanggal 7 Juni 1692, Port Royal dilanda gempa bumi hebat. Hanya dalam beberapa menit, dua pertiga kota (33 hektare) tenggelam ke laut, 1.600 orang tewas dan 3.000 luka berat. 3.000 orang lainnya meninggal beberapa hari setelah gempa karena cedera dan penyakit.

Saat ini di petaGoogle Maps, di perairan sebelah barat pulau terdapat titik yang dinamai dengan "Sunken Pirate City" atau kota bajak laut yang tenggelam. Hal ini membuat kota ini menjadi salah satu situs arkeologi terpenting di Karibia.

Sejarah Kolonialisme

Dalam sejarahnya, Port Royal pertama kali diduduki oleh suku Indian Taino. Meskipun tidak jelas apakah mereka menetap di daerah itu atau tidak, namun diketahui bahwa mereka menggunakan tempat itu selama ekspedisi memancing. Setelah itu penjajahan Spanyol di Jamaika membuat wilayah ini berada di bawah kendali Spanyol.

Pada 1654, ekspedisi Inggris di bawah pimpinan Robert Venables dan William Penn dikirim oleh Oliver Cromwell berusaha untuk merebut pulau yang lebih besar di sebelah baratnya dengan nama Hispaniola (sekarang Haiti) dari penguasaan Spanyol. Usaha itu dapat digagalkan Spanyol.

Karena wilayah tersebut memiliki pelabuhan yang besar dan terlindungi dari ombak, serta memiliki perairan dalam yang dekat dengan pantai, Port Royal segera menjadi pusat perdagangan penting di Karibia. Tidak lama kemudian menjadi pelabuhan tersibuk dan terkaya di Hindia Barat.

Karena posisinya yang strategis di jalur perdagangan antara Dunia Baru tempat negeri jajahan belanda dan Spanyol, Port Royal adalah tempat yang sangat menarik bagi bajak laut yang ingin menjadiprivateeryang sah. Salah satuprivateerpaling terkenal dan sukses di Port Royal adalah Henry Morgan, yang akhirnya menjadi Letnan Gubernur Jamaika.

Setelah gempa dan tsunami, masa kejayaan Port Royal berakhir. Masyarakat setempat menganggap kehancuran tersebut sebagai akibat dari hukuman ilahi yang menimpa penduduk Port Royal atas perbuatan dosa mereka.

Keberadaan Port Royal hanya ada selama 37 tahun sebelum hancur akibat gempa bumi. Tempat ini dikenal sebagai salah satu dari sedikit situs bencana. Ciri-ciri dan materi budaya yang tersisa dapat ditemukan kurang lebih tidak terganggu, terpelihara oleh lingkungan bawah air yang minim oksigen.

Meskipun beberapa wilayah di kota tersebut hancur akibat gempa bumi, hanya menyisakan tumpukan puing-puing, sebagian wilayah lainnya tenggelam begitu saja ke laut, dan hampir seluruhnya masih utuh. Bahkan waktu pasti terjadinya gempa dapat ditentukan setelah ditemukannya jam saku di reruntuhan pada 1960 oleh Edward Link.

Pentingnya situs arkeologi bawah air Port Royal terletak pada kenyataan bahwa gempa tersebut melestarikan banyak aspek kehidupan sehari-hari penduduknya pada saat itu.

"Kumpulan bangunan bawah air yang digali di kota yang tenggelam adalah contoh yang sangat baik dari ansambel arsitektur yang mewakili kehidupan sehari-hari di kota pelabuhan kolonial. Menggabungkan dokumen sejarah dengan penggalian bawah air telah memungkinkan munculnya rekonstruksi terperinci dari tahap penting dalam sejarah manusia ini," papar UNESCO.

"Studi tentang bangunan dan lanskap telah memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman perencanaan kota, arsitektur, pola makan, aktivitas memasak, dan aspek kehidupan sehari-hari pada abad ke-17," imbuh lembaga PBB itu.

Pada 1999, pemerintah Jamaika membangun kembali kota nelayan kecil tersebut sebagai tujuan wisata warisan budaya untuk melayani kapal pesiar. Rencananya adalah memanfaatkan warisan unik Port Royal dengan temuan arkeologis dari tahun-tahun pra-kolonial sebagai atraksi wisata. hay/I-1

Baca Juga: