Populasi menua dapat menjadi salah satu penyebab kemiskinan ekstrem dan akan menjadi tantangan besar bagi Indonesia.

JAKARTA - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo menyebut, populasi menua atau ageing population menjadi salah satu penyebab kemiskinan ekstrem. Menurutnya, hal tersebut akan menjadi salah satu tantangan Indonesia di masa mendatang.

"Harapannya dengan terselesaikan masalah di tataran ageing population akan berkontribusi besar terhadap masalah kemiskinan ekstrem secara keseluruhan," ujar Hasto dalam webinar di Jakarta, Kamis (13/10).

Dia menyebut, Presiden RI, Joko Widodo menargetkan penghapusan kemiskinan ekstrem pada tahun 2024. Adapun di Indonesia jumlah penduduk dengan pendapatan kurang dari 1,9 dollar Amerika Serikat sebanyak 2,04 persen atau mencapai enam sampai delapan juta jiwa.

Dia menambahkan, Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021 memperkirakan lonjakan penuaan populasi 60 tahun ke atas mencapai 10,8 persen. Jumlahnya mendekati hampir 30 juta jiwa. "Kita menghadapi ageing population dan kemiskinan ekstrem. BKKBN berperan penuh dalam data keluarga untuk memetakan kemiskinan ekstrem dan salah satu sumbernya sebenarnya lansia," jelasnya.

Lebih lanjut, Hasto menerangkan, strategi ketahanan terhadap penuaan populasi sangat penting. Menurutnya, perlu penyederhanaan persoalan lansia agar solusi yang dihadirkan dapar berdampak optimal.

"Salah satunya adalah pengelompokan lansia berdasarkan kesehatan, memiliki modal, dan yang tidak. Itu treatmentnya berbeda," tambahnya.
Dia mengungkapkan, BKKBN memiliki banyak program pemberdayaan lansia seperti bina keluarga lansia dan sekolah lansia. Selain itu, praktik baik dari para lansia yang sukses membangun ketahanan keluarga perlu ditransformasikan lebih luas.

BKKBN menyatakan Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah memperkirakan jika jumlah lansia di Indonesia akan mencapai 1,5 miliar juta jiwa pada tahun 2050 mendatang.

"Berdasarkan data WHO tahun 2022, jumlah lansia usia 60 tahun ke atas di Indonesia sebesar 10,8 persen atau sekitar 29,3 juta orang. Jumlah tersebut diproyeksikan akan berlipat ganda menjadi 1,5 miliar pada tahun 2050," kata Hasto Wardoyo.

Hasto menuturkan prediksi tersebut berpeluang besar menjadi nyata, karena persentase lansia selama 50 tahun terakhir meningkat dari 4,5 persen di tahun 1971 menjadi 10,8 persen di tahun 2022.

WHO melalui data Global Health Estimates (GHE) tahun 2019 dan data dari UN Population Division (2022) mengatakan angka harapan hidup lansia pada usia 60 tahun adalah 17,9 tahun, dengan usia harapan hidup sehat selama 13,4 tahun.

Kemudian menurut data BPS tahun 2021, angka tersebut diproyeksi akan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 19,9 persen pada tahun 2045.
Hasto menekankan diperlukan integrasi dan keterpaduan lintas sektor baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, mitra kerja, lembaga swadaya masyarakat (LSM), perguruan tinggi, sektor swasta, serta partisipasi aktif masyarakat untuk bersama-sama meningkatkan kualitas hidup lansia Indonesia.

Baca Juga: