Tim gabungan Polri bakal melakukan razia hingga penegakan hukum kepada produsen obat sirop yang mengandung Etilon Glikol dan Dietilen Glikol

JAKARTA - Tim gabungan Polri melakukan razia hingga penegakan hukum dengan menyasar produsen obat sirop yang produknya diduga mengandung etilen glikol dan dietilen glikol melebihi ambang batas hingga diduga menjadi penyebab terjadinya gagal ginjal akut pada anak.

"Yang harus kami telusuri adalah siapa produsennya, yang kemudian memproduksi obat-obat sirop diduga mengandung EG (etilen glikol) maupun DEG (dietilen glikol) hingga mengakibatkan gagal ginjal. Itu fokusnya," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Komisaris Besar Polisi Jayadi dikonfirmasi di Jakarta, kemarin.

Menindaklanjuti merebaknya kasus gagal ginjal akut pada sejumlah anak di Tanah Air, Polri menerbitkan Surat Telegram Nomor: ST/192./RES.4/X/2022 Bareskrim Polri tertanggal 25 Oktober 2022 yang ditandatangani Direktur Tidak Pidana Narkoba Brigadir Jenderal Polisi Krisno H. Siregar.

Dalam surat telegram tersebut, jajaran Polri seluruh Indonesia diimbau tidak melaksanakan razia atau penegakan hukum terhadap apotek atau toko obat yang diduga menjual sirop atau obat merk tertentu dengan kandungan EG maupun DEG melebihi ambang batas karena dasarnya apotek atau toko obat bukan pihak yang harus disalahkan.

Menurut Jayadi, surat telegram bersifat imbauan dalam rangka pengawasan. "Jadi, belum sampai ke upaya razia, kemudian penegakan hukum karena kalau penegakan hukum sebenarnya bukan apotek dan toko obat yang disasar," katanya.

Jayadi menegaskan sasaran utama penegakan hukum dalam perkara ini adalah produsen obat, bukan apotek atau toko obat. Hal ini karena apotek dan toko obat hanya menjual bukan memproduksi obat-obatan.

"Yang memproduksi sebuah produk, kemudian produknya enggak benar, ada izin edarnya, kemudian apotek menjual, toko obat menjual, masak toko obatnya yang harus dimintai pertanggungjawabannya," ujarnya.

Polri telah membentuk tim gabungan dalam menindaklanjuti kasus kematian sejumlah anak akibat mengalami gagal ginjal akut.

Terpisah, Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher, meminta pemerintah segera membentuk tim gabungan independen pencari fakta (TGIPF). Hal tersebut untuk mengusut tuntas kasus Gagal Ginjal Angkut Progresi Atipikal (GGAPA).

"Pembentukan tim TGIPF menjadi penting, karena sudah ratusan yang meninggal, tapi informasi soal kasus tersebut masih amat terbatas," ujar Netty, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (26/10).

Dia menyebut, TGIPF harus bekerja transparan dan independen dalam menginvestigasi agar hasilnya dapat menjadi dasar pengambilan kebijakan. Termasuk, apakah ada faktor lain penyebab terjadinya kasus tersebut, di luar dugaan cemaran EG dan DEG.

Dia menambahkan, hukum dan sanksi harus keras jika ada unsur kelalaian atau kesengajaan. Menurutnya, harus dipastikam juga tidak ada kepentingan bisnis dan politik dalam kasus ini. "Sangat tidak berperikemanusiaan jika ada oknum atau kelompok yang mengambil kesempatan di tengah kesulitan," tambahnya.

Netty berharap, kejadian GGAPA harus menjadi momentum bagi perbaikan tata kelola industri farmasi di Indonesia yang sehat, fair, kompetitif, dan pro kepentingan rakyat. Pengawasan obat dan makanan harus dilakukan super ketat karena sebuah kesalahan dapat berakibat fatal.

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, meminta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) segera meneliti penyebab kasus gagal ginjal akut pada anak. Hingga kini, tingkat kematian anak pada kasus tersebut mencapai 57,5 persen.

Baca Juga: