Penembakan Brigadir J menunjukkan bahwa Polri perlu melakukan revolusi mental karena peristiwa ini telah menyeret 83 personel.

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menekankan bahwa Polri perlu melakukan revolusi mental di institusi kepolisian pascakejadian penembakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Sahroni mengatakan kejadian penembakan tersebut tidak serta merta memunculkan urgensi atas revisi UU Kepolisian. "Hal yang lebih penting daripada merevisi undang-undang adalah memastikan revolusi mental di Polri berjalan," kata Sahroni dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (24/8).

Dia mengatakan jangan karena ada kasus per kasus lalu sebuah undang-undang diubah karena UU Kepolisian saat ini sudah cukup mengatur terkait institusi Polri.

Menurut dia, hal yang lebih penting dilakukan adalah bagaimana tindak lanjut Polri terkait kasus penembakan yang dialami Brigadir J. "Dengan adanya kasus ini, apa yang akan dilakukan Kapolri, apakah keterlibatan yang 83 (anggota Polri) itu secara langsung atau tidak dan bagaimana tindak lanjutnya. Ini yang kita minta pertanggungjawaban dan saat ini adalah momentum yang tepat," ujarnya.

Dalam Raker tersebut, Sahroni menyampaikan tuntutan masyarakat kepada Polri adalah tersangka kasus dugaan pembunuhan Brigadir J, yaitu mantan Kadiv Propam Irjen Ferdi Sambo belum diperlihatkan ke publik sejak ditahan di Mako Brimob.

Pemeriksaan Chandrawati

Sementara itu, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo mengatakan bahwa motif pembunuhan Brigadir J akan dibulatkan setelah pemeriksaan istri Irjen Pol. Ferdy Sambo (FS), yakni Putri Chandrawati (PC).

"Terkait motif ini, kami sementara sudah mendapatkan keterangan dari saudara FS. Namun, kami juga ingin memastikan sekali lagi untuk memeriksa Ibu PC," kata Listyo Sigit dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR, Rabu.

Listyo memperkirakan apakah ketika sudah ditetapkan sebagai seorang tersangka, Putri Chandrawati akan mengubah keterangannya atau tidak. "Dengan demikian, kami bisa mendapatkan satu kebulatan terkait dengan masalah motif," ucap Sigit.

Sebelumnya, Listyo Sigit telah mengungkapkan bahwa tersangka Putri Chandrawati menyampaikan surat sakit dari dokter sehingga belum dilakukan pemeriksaan kepada tersangka. "Rencananya minggu ini akan dilaksanakan pemeriksaan," kata Kapolri.

Listyo Sigit telah memaparkan bahwa untuk saat ini motif mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol. Ferdy Sambo melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J adalah kemarahan dan emosi setelah mendengar laporan dari istri Ferdy Sambo, yakni Putri Chandrawati terkait peristiwa yang terjadi di Magelang, Jawa Tengah, yang dianggap mencederai harkat dan martabat keluarga. "Untuk lebih jelasnya akan diungkapkan di persidangan," kata Kapolri.

Dalam kesempatan itu, Kapolri juga mengatakan hasil forensik dari autopsi kedua terhadap jenazah Brigadir J tidak menunjukkan tanda-tanda kekerasan selain senjata api, sehingga menepis adanya penyiksaan. "Pada hari Senin, 22 Agustus yang lalu, Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) telah menyampaikan laporan hasil autopsi kedua, yang intinya pada saat rilis tidak ada luka-luka selain luka-luka yang berasal dari senjata api," kata Listyo Sigit.

Pernyataan PDFI tersebut, lanjutnya, juga menjawab adanya dugaan tanpa berdasar kenyataan yang menduga Brigadir J mendapat penyiksaan di jalan.

Kapolri juga berkomitmen bahwa pihaknya akan menyelesaikan proses sidang kode etik profesi dalam 30 hari ke depan terhadap personel Polri yang diduga melanggar. Ia mengungkapkan bahwa sebanyak 97 personel diperiksa dengan 35 personel diduga melakukan pelanggaran kode etik profesi Polri terkait kasus penembakan Brigadir J di rumah dinas Irjen Pol. Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Polri telah melakukan penempatan khusus kepada 18 personel.

Baca Juga: