Polri akan mengedepankan mediasi dalam menangani kasus pelanggaran UU ITE yang tidak berpotensi menimbulkan konflik horizontal.

JAKARTA - Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo memerintahkan jajaran Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri membentuk virtual police dengan mengedepankan edukasi. Hal ini dilakukan guna meminimalisasi penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dalam kasus siber.
"Virtual police ini akan lebih mengedepankan edukasi kepada masyarakat soal penggunaan ruang siber," kata Jenderal Listyo Sigit di Rapim Polri, Mabes Polri, Jakarta, Rabu (17/2).
Menurut Kapolri, imbauan dianggap perlu dikedepankan sebelum penindakan hukum. Begitu ada kalimat kurang pas, langgar UU ITE maka virtual police yang tegur dan menjelaskan bahwa Anda berpotensi melanggar pasal sekian dengan ancaman hukuman sekian.
Sigit juga meminta jajaran Siber Bareskrim untuk berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika terkait dengan mekanisme pembuatan virtual police tersebut.
"Tolong ini kerja sama dengan Menkominfo jadi setiap ada konten seperti itu virtual police muncul sebelum cyber police yang turun," kata mantan Kabareskrim Polri itu.

Lakukan Sosialisasi
Dalam kerjanya, lanjut dia, virtual police dapat dilakukan dengan menggandeng influencer agar lebih efektif melakukan sosialiasi dan edukasi kepada masyarakat demi terciptanya penggunaan ruang siber yang sehat.
"Kami berharap masyarakat sadar dan memahami begini boleh, begini enggak boleh. Tolong laksanakan," kata Sigit.
Sebelumnya, Kapolri mendapat arahan dari Presiden Joko Widodo mengenai penegakan hukum menggunakan UU ITE. Hal itu lantaran UU ITE memunculkan stigma pasal karet, celah melakukan kriminalisasi, hingga tindakan saling lapor.
"Oleh karena itu, penting kemudian dari Siber Bareskrim untuk segera buat virtual police," kata Sigit.
Selain itu, Kapolri meminta jajarannya mengedepankan upaya mediasi dalam menangani kasus pelanggaran UU ITE yang tidak berpotensi menimbulkan konflik horizontal. "Bila perlu kalau memang tidak berpotensi menimbulkan konflik horizontal, enggak perlu ditahan, proses mediasi," kata Kapolri.
Dia mencontohkan kasus dugaan pelanggaran UU ITE yang tidak berpotensi menimbulkan konflik horizontal itu seperti kasus pencemaran nama baik. "Yang sifatnya pencemaran nama baik, lalu hal yang masih bisa diberikan edukasi, laksanakan edukasi dengan baik," pesan jenderal bintang empat itu.
Sebaliknya, Sigit menekankan untuk kasus pelanggaran UU ITE yang berpotensi menimbulkan konflik horizontal perlu segera diusut tuntas, contohnya seperti kasus dugaan rasisme yang dilakukan oleh tersangka Ambroncius Nababan terhadap mantan Anggota Komnas HAM Natalius Pigai.
"Misalnya isu tentang Pigai kemudian muncul reaksi mereka bergerak, yang seperti itu tentu harus diproses tuntas," kata Kapolri.
Kapolri Listyo mengatakan dalam rangka menjaga agar penggunaan pasal-pasal yang dianggap pasal karet di UU ITE yang berpotensi digunakan untuk saling lapor atau lebih dikenal dengan istilah mengkriminalisasikan dengan UU ITE ini bisa ditekan.

Baca Juga: