Pemerintah mengingatkan agar dalam kontestasi Pilkada serentak nanti, pasangan calon, tim sukses, dan para pendukung tidak lagi menggunakan SARA dan identitas kesukuan untuk mobilisasi suara.
Jakarta - Politik dengan memakai isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA), diprediksi masih akan digunakan dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2018. Diharapkan, seluruh kontestan menghindari itu. Karena politik dengan isu SARA, berpotensial menimbulkan kerawanan dan dapat memecah belah masyarakat.
Selain politik SARA yang perlu dicermati dengan serius adalah politik identitas. Menurut Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, pihaknya dengan data pemetaan dari aparat keamanan dan intelijen, telah melakukan pemetaan kerawanan terhadap daerah yang akan menggelar Pilkada tahun ini. Setidaknya, ada 12 provinsi yang memiliki kerawanan sedang.
Keduabelas provinsi itu yakni Sumatera Utara, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa Barat, Riau, Lampung, Bali serta Jawa Timur. "Pemerintah juga telah menyusun prediksi daerah rawan konflik," katanya.
Jawa Timur misalnya, hal yang bisa memicu potensi kerawanan, adalah dinamika kontestasi dalam pemilihan gubernur. Di Jawa Timur, terjadi head to head pasangan calon. Yang harus dicermati juga, adalah potensi kerawanan yang dipicu oleh politik identitas dan kualitas Daftar Pemilih Tetap (DPT). Sementara di Kalimantan Barat, potensi kerawanan yang harus diwaspadai adalah politik identitas dan penggunaan isu SARA. Tjahjo juga mengingat, Kalimantan Barat, punya sejarah konflik.
Ini pun mesti dicermati. Ditambah lagi Kalbar merupakan provinsi yang ada di wilayah perbatasan negara. "Potensi politisasi birokrasi juga harus diwaspadai," ujarnya. Sedangkan di Papua, lanjut Tjahjo yang mesti dicermati, partisipasi pemantau pemilu dan perlindungan terhadap hak pemilih yang minim.
Di Maluku, integritas dan profesionalitas penyelenggara harus jadi perhatian. Dan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Pilkada harus benarbenar dijaga. Menurut data terakhir per 12 Januari 2018, tercatat ada 154 ASN yang mendaftar dalam Pilkada. Tercatat, ada 3 ASN yang mau maju sebagai calon gubernur.
Dan ada 6 ASN yang maju sebagai wakil gubernur. Yang mendaftar sebagai calon bupati lebih banyak lagi, tercatat ada 61 ASN. Sedangkan yang mendaftar sebagai calon wakil bupati, tercatat ada 56 ASN. "Yang mendaftar sebagai walikota tercatat ada 16 orang dan yang mendaftar sebagai calon wakil walikota tercatat ada 12 orang ASN," katanya. Berkaca pada Pilkada serentak tahun 2017, kata Tjahjo, banyak terjadi pelanggaran pemilihan yang dilakukan ASN. Pihaknya mencatat terdapat 1.256 laporan pelanggaran ASN.
Dan ada 878 temuan. Data pelanggaran ASN lainnya, 916 pelanggaran masuk kategori pidana. "Sebanyak 682 kasus pelanggaran administrasi, 91 kasus pelanggaran kode etik, 209 pelanggaran lainnya dan 222 bukan pelanggaran," kata Tjahjo. Pengamanan Pilkada Sementara itu Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto saat memberikan keterangan pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu, mengatakan bahwa hasil Rapat Pimpinan (Rapim) TNI-Polri menghasilkan beberapa hal salah satunya terkait pengamanan pesta demokrasi baik pemilihan kepala daerah maupun pemilihan presiden.
"Pada Pilkada serentak 2018 dan Pemilu 2019, TNIPolri berkoordinasi dengan Kepmendagri, Bawaslu dalam mendeskripsikan potensi kerawanan." Katanya sambil menambahkan bahwa TNI tetap netral dalam pemilihan. Hadir mendampingi Panglima TNI ada Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal Mulyono, Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana Ade Supandi dan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal Yuyu Sutisna. ags/fdl/AR-3