Data dari Global Energy Monitor menyebutkan, di Indonesia saat ini masih ada 23 PLTU batu bara yang sedang dalam pembangunan. Tanpa membangun PLTU batu bara saja target bauran EBT tidak akan terpenuhi, apalagi terus membangun PLTU batu bara.

Presiden Joko Widodo untuk pertama kalinya di masa pandemi melakukan kunjungan kerja ke luar negeri. Ada tiga negara yang dikunjungi. Pertama Italia, untuk menghadiri pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Roma. Kemudian Inggris untuk hadir pada pertemuan KTT Perubahan Iklim COP26 di Glasgow. Terakhir ke Uni Emirat Arab untuk bertemu dengan Putera Mahkota UEA dan mengunjungi Paviliun Indonesia di Dubai Expo.

Yang menarik, di akhir KTT G20 di Roma, Presiden Joko Widodo menerima keketuaan atau Presidensi G20 dari Perdana Menteri Italia Mario Draghi. Presidensi G20 ini merupakan yang pertama bagi Indonesia dan akan dimulai 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022. Ini berarti pula pada November 2022, Indonesia akan menjadi tuan rumah KTT G-20. Sungguh suatu kehormatan besar bagi Indonesia dan sekaligus tanggung jawab besar pula.

Hari pertama KTT G20 pembicaraan dipusatkan pada topik bidang kesehatan dan ekonomi. Iklim dan Lingkungan menjadi topik utama pembahasan pada KTT hari kedua. Topik ini menarik sekali dibahas karena sebagai batu loncatan menjelang KTT Perubahan Iklim COP26 di Glasgow yang akan dihadiri 200 negara, sehari setelah penutupan KTT G20.

Kelompok G20, yang antara lain mencakup Brazil, Tiongkok, India, Jerman, Indonesia, dan Amerika Serikat, membuang sekitar 80 persen gas rumah kaca secara global. Persentase itu harus diturunkan secara tajam untuk menghindari dunia dari bencana iklim.

Karena itu, Presiden Joko Widodo mengingatkan negara-negara G20 harus menjadi contoh kerja sama penanganan perubahan iklim. Terlebih Indonesia yang menjadi Presidensi G20 selama setahun ke depan, harus terdepan memberi contoh dalam menjalankan komitmen Perjanjian Paris. Pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) jangan hanya menjadi wacana. Jangan bilang kembangkan EBT tetapi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) masih berjalan terus.

Data dari Global Energy Monitor menyebutkan, di Indonesia saat ini masih ada 23 PLTU batu bara yang sedang dalam pembangunan. Kalau pembangunan PLTU batu bara masih terus berlanjut, Indonesia dipastikan tidak akan mampu memenuhi target bauran EBT pada 2025 sebesar 23 persen. Tanpa membangun PLTU batu bara saja target bauran EBT tidak akan terpenuhi, apalagi terus membangun PLTU batu bara.

Pengembangan EBT Indonesia sebenarnya soal political will. Kalau ada kemauan politik, Indonesia pasti menjadi yang terdepan dalam pengembangan EBT. Tanpa meratifikasi Perjanjian Paris pun, Indonesia memang harus mengembangkan EBT yang sumbernya berlimpah di Bumi Indonesia, mulai dari pembangkit listrik tenaga surya, tenaga bayu, dan tenaga panas bumi.

Selain sumbernya berlimpah, EBT juga lebih murah. karena sumbernya merata tersedia di seluruh wilayah Indoensia. Pemerintah tidak perlu bersusah payah mengirim diesel karena sumber EBT ada di masing-masing wilayah.

Ke depan, penanganan perubahan iklim harus diletakkan dalam kerangka besar pembangunan berkelanjutan. Penanganan perubahan iklim harus bergerak maju seiring dengan penanganan berbagai tantangan global lainnya seperti pengentasan kemiskinan dan pencapaian target Sustainable Development Goals (SDGs).

Baca Juga: