Polisi Portland menembakkan peluru gas air mata saat hendak membubarkan aksi di kotanya pada Sabtu malam. Langkah itu dilakukan setelah polisi menyatakan bahwa aksi itu sebagai aksi huru-hara.

PORTLAND - Polisi telah menahan puluhan orang dan menggunakan peluru gas air mata saat menghadapi ratusan demonstran di Portland, Oregon, Amerika Serikat (AS), yang melakukan aksi turun ke jalan pada Sabtu (5/9) malam.

Para pengunjuk rasa itu melakukan aksi turun ke jalan untuk memperingati 100 hari terjadinya aksi protes Black Lives Matter yang menentang rasisme dan aksi kebrutalan oleh polisi.

Polisi dengan segera menyatakan bahwa aksi itu sebuah huru hara setelah pengunjuk rasa melemparkan bom molotov ke arah mereka. Polisi menanggapi pelemparan itu dengan menembakkan peluru gas air mata dan ledakan kejut untuk membubarkan massa.

"Diperkirakan ada seorang yang terluka akibat ledakan kejut," lapor polisi Portland. Selain ada korban luka, polisi mengatakan mereka telah menahan puluhan demonstran setelah mereka melakukan provokasi di wilayah pemukiman di Portland timur.

"Ini adalah peringatan 100 hari aksi protes Black Lives Matter di Portland setelah terjadinya pembunuhan terhadap George Floyd dan mereka hendak menghalangi kita melakukan aksi," ucap seorang demonstran bernama Jay, 20 tahun, yang matanya memerah karena terkena gas air mata. "Ini merupakan hak konstitusional kami untuk berada di sini dan untuk mengungkapkan perasaan kami," imbuh dia.

Sementara itu pihak polisi menanggapi adanya aksi ini dengan menyatakan ada segerombolan orang yang terlibat dalam kekacauan dan perilaku kekerasan dengan sengaja sehingga kecerobohan mereka bisa menciptakan risiko besar yang menyebabkan kewaspadaan publik.

"Ini adalah huru hara. Polisi meminta mereka untuk bubar. Ada orang-orang yang melemparkan bom molotov," cuit polisi Portland di media sosial Twitter.

Ketegangan Meningkat

Aksi turun ke jalanan di Portland dipicu oleh kematian George Floyd saat ditangkap polisi di Minneapolis, pada Mei lalu. Kematian Floyd memicu aksi protes secara nasional, namun aksi protes di Portland yang dilakukan aktivis Black Lives Matter terus terjadi setiap malam dimana para pengunjuk rasa menuntut kesetaraan rasial dan pertanggungjawaban polisi.

Ketegangan semakin meningkat pada akhir pekan lalu saat seorang pria yang diidentifikasi sebagai pendukung kelompok sayap kanan Patriot Prayer, tewas tertembak. Pria itu kemudian diidentifikasi bernama Aaron "Jay" Danielson, 39 tahun.

Jay tewas tertembak setelah ia bergabung dengan kelompok yang melakukan aksi tandingan di Portland untuk menghadapi kelompok demonstran Black Lives Matter.

Tersangka penembak Jay adalah Michael Reinoehl, 48 tahun. Reinoehl terbunuh di Negara Bagian Washington saat polisi berupaya menangkapnya, sementara penembakan terhadap Jay hingga saat ini masih diselidiki.

Menurut pendiri Patriot Prayer, Joey Gibson, kelompoknya sama sekali tak mendukung supremasi kulit putih dan menegaskan kelompoknya menolak kebencian dan kekerasan. Untuk memberikan penghormatan atas tewasnya Jay, Gibson menyatakan dirinya tak ingin melihat ada pihak-pihak yang mendukung setiap aksi kekerasan. "Saya menolak semua itu apalagi dengan mengatasnamakan Jay," pungkas dia. AFP/I-1

Baca Juga: