Perubahan iklim yang semakin menghangatkan wilayah subtropis turut mengubah lanskap pantai.  Akibatnya, pohon bakau yang biasa tumbuh di wilayah hangat, kini justru dapat tumbuh jauh ke utara.

Perubahan iklim yang semakin menghangatkan wilayah subtropis turut mengubah lanskap pantai. Akibatnya, pohon bakau yang biasa tumbuh di wilayah hangat, kini justru dapat tumbuh jauh ke utara.

Tumbuhan bakau yang merupakan bagian dari ekosistem mangrove, memiliki fungsi ekologis yaitu mencegah erosi pantai, menyerap sejumlah besar karbon, dan menyediakan habitat yang berharga bagi ikan dan burung. Selain itu bakau juga dapat membangun daratan dengan memerangkap sedimen dan melindungi garis pantai dari erosi, gelombang, dan badai.

Hutan bakau telah lama melindungi pantai dari badai, siklon, dan tsunami, yang menurut para peneliti lebih mematikan di sepanjang pantai tanpa pepohonan yang melilit. Hutan bakau juga menangkap sejumlah besar karbon.

Ada lebih dari 70 spesies hutan bakau, yang beradaptasi dengan habitat panas dengan tanah rendah oksigen. Mereka menyaring hampir semua garam yang masuk ke akar mereka dan tumbuh subur di tempat-tempat yang hanya dapat ditumbuhi sedikit tanaman lain.

Di dunia, bakau hanya tumbuh di wilayah tropis dan subtropis, di tempat-tempat yang tidak mengalami pembekuan berkala yang dapat mencegah tanaman tumbuh subur. Oleh karena itu hutan bakau seharusnya tidak berada di Pulau Merritt, tetapi sejak dua dekade lalu, ahli ekologi Ilka C Feller muncul di sana pada tahun 2002, ia justru menemukannya.

Feller datang ke Pulau Merritt karena mendengar tentang sebuah tanaman yang tumbuh di pantai pulau yang berada di Atlantik Florida dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pulau itu berada a di tengah-tengah antara Miami dan perbatasan selatan Georgia.

Sebelumnya ia tidak mengetahui jika tanamanan dimaksud adalah bakau, pohon yang biasa tumbuh subur di air asin dan tumbuh di sepanjang tepi laut. Akar pohon membentuk jalinan yang menjulur beberapa kaki dari air, dan batang serta cabangnya yang tipis dan berwarna cokelat keemasan menjulang ke atas hingga ke kanopi daun yang lebat iok.

Feller kemudian berkendara ke Taman Negara Bagian Tomoka, sekitar 70 mil lebih jauh ke utara di sepanjang pantai Atlantik. Seorang penjaga taman memberi tahu Feller bahwa tidak ada hutan bakau di sana, tetapi dia memutuskan untuk tetap mencarinya.

Benar saja, beberapa ratus meter melewati pos jaga, ia menemukan semak bakau kecil menghiasi rawa asin. Keesokan paginya, ia berkendara sejauh 40 mil ke utara menuju St. Augustine, Florida, yang hanya berjarak 60 mil di selatan garis Georgia, dan ia juga menemukan beberapa bakau terisolasi di sana.

Selama 20 tahun berikutnya, Feller dan rekan-rekannya mendokumentasikan migrasi bakau ke arah kutub di Amerika utara sebagai contoh pergeseran batas wilayah subtropis. Sejak 1980, dunia telah kehilangan lebih dari 35 persen bakau karena pembangunan, polusi, dan cuaca ekstrem. Di beberapa bagian Florida selatan, lebih dari 50 persen telah hancur.

Namun, di Florida utara, di Pantai Timur, luas bakau telah berlipat ganda. Di Australia, pohon-pohon tersebut bermigrasi dari timur ke barat, bukan ke arah kutub. Di Brasil, bakau merayap ke pedalaman karena naiknya permukaan laut mendorong air asin lebih dalam ke pedalaman. Sedangkan di Afrika Selatan, bakau bermigrasi ke selatan, memperluas batas wilayah subtropis seperti di Florida.

Tidak jelas seberapa jauh mangrove akan bergerak. Namun migrasi tersebut memberi gambaran masa depan seiring dengan meningkatnya suhu, perubahan pola cuaca, dan naiknya permukaan air laut. Dan penemuan-penemuan terkini telah mengubah hampir semua yang dipikirkan para ilmuwan tentang pergerakan mereka.

Feller yang telah penulis lebih dari 700 makalah, termasuk studi yang melibatkan kerja lapangan di Arab Saudi, Brasil, dan Indonesia, dan ia secara luas dianggap sebagai pelopor ekologi mangrove eksperimental.

Pada awal tahun 2000-an, Feller mulai mencatat mangrove yang ia temukan di utara St. Augustine, di ruang antara dua jenis habitat yang berbeda, sebuah transisi ekosistem yang dikenal sebagai ekoton. Di wilayah ini, ia dapat menemukan petunjuk tentang bagaimana garis pantai akan berubah saat pembekuan berkurang dan badai menjadi lebih sering.

Arus badai dapat membawa benih mangrove jauh, membantu memperluas jangkauannya. Namun, badai juga dapat merusak pohon seperti pada tahun 2019 ketika angin kencang, gelombang badai, dan banjir berkepanjangan akibat Badai Dorian menghancurkan lebih dari separuh hutan mangrove di Grand Bahama.

Transformasi

Lebih banyak habitat mangrove dapat menjadi pertahanan yang menjanjikan terhadap kenaikan permukaan laut. Pohon-pohon tersebut juga menyerap lebih banyak karbon daripada tanaman lain, baik di atas maupun di bawah tanah, penangkal lain terhadap perubahan iklim.

Namun, rawa-rawa garam juga dapat mengalami konsekuensinya. Rawa-rawa daerah terbuka yang luas dengan lahan basah berumput hijau yang dibelah oleh anak sungai berkelok-kelok, yang dibanjiri oleh pasang surut air laut setiap hari berjejer di beberapa bagian pantai di AS dan banyak negara lainnya.

Rawa-rawa ini mendukung tumbuh-tumbuhan, menjadi tempat tinggal bagi spesies burung yang terancam punah, dan menyaring air, sehingga membantu ekosistem pesisir tumbuh subur. Sekitar 75 persen rawa garam AS berada di tenggara, tepatnya di tempat mangrove tumbuh. Di Florida sendiri ada tiga spesies mangrove: merah, hitam, dan putih. Bakau merah tumbuh paling dekat dengan air, bakau hitam sedikit lebih jauh dari tepi air, dan bakau putih tumbuh di dataran tinggi di sepanjang pantai.

Anehnya, ketiga spesies tersebut tidak berkerabat, tetapi selama jutaan tahun mereka berevolusi di lingkungan keras yang sama. Mereka mirip satu sama lain dalam bentuk dan lokasi serta cara mereka bereproduksi.

Seiring berjalannya waktu, para peneliti memperhatikan bahwa musim badai yang aktif sering kali diikuti oleh musim dingin yang ringan, yang membantu tanaman muda berakar setelah badai menyebarkan tunas-tunasnya ke utara.

Transformasi di dunia nyata mungkin tidak akan sesederhana itu. "Namun di beberapa area, ini mungkin merupakan sebuah transisi total," kata Samantha Chapman, seorang profesor biologi di Universitas Villanova.

Menurut Chapman, seiring berjalannya waktu, akan ada tarik-menarik yang menciptakan habitat tambahan bagi beberapa spesies sekaligus memaksa spesies lain untuk mencari tempat lain.

Pergeseran ini pun menunjukkan bahwa ikan dapat bertahan hidup di berbagai habitat, dan jika kekuatan lain seperti meningkatnya suhu laut mendorong mereka lebih jauh ke utara, mereka mungkin dapat beradaptasi. hay/I-1

Baca Juga: