Junta di Myanmar mengindikasikan bahwa PM Kamboja, Hun Sen, tak diizinkan untuk bertemu dengan para pemimpin prodemokrasi saat kunjungannya pada akhir pekan ini.

KUALA LUMPUR - Juru bicara junta Myanmar pada Selasa (4/1) mengindikasikan bahwa pemimpin Kamboja, Perdana MenteriHun Sen, tidak akan diizinkan untuk bertemu dengan para pemimpin prodemokrasi yang dipenjara dalam kunjungan ke negara itu akhir pekan ini.

Sementara itu sejumlah analis mengatakan Hun Sen pada akhirnya akan melemahkan upaya Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/Asean) untuk menekan junta agar bisa membawa Myanmar kembali ke jalur demokrasi, jika ia gagal bertemu dengan para pemimpin prodemokrasi dalam lawatannya 8-9 Januari ini, yang merupakan kunjungan pertama oleh seorang pemimpin asing sejak kudeta militer Februari lalu.

"Hanya mereka yang mewakili partai politik yang dapat bertemu dan berdiskusi, tetapi ada batasan bagi mereka yang masih menghadapi tuntutan hukum," kata juru bicara junta, Zaw Min Tun, merujuk pada tuduhan yang dilayangkan kepada penasihat negara dan pemimpin Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Aung San Suu Kyi, dan Presiden Win Myint, yang digulingkan junta dan kini mendekam di penjara karena pelanggaran hukum.

Tahun lalu, junta juga tidak mengizinkan mantan utusan khusus Asean untuk Myanmar bertemu dengan para pemimpin demokrasi. PM Hun Sen akan berkunjung ke Myanmar setelah Kamboja tahun ini memegang keketuaan bergilir Asean.

Zaw Min Tun tidak merinci apakah Hun Sen telah meminta untuk bertemu dengan para pemimpin puncak NLD termasuk presiden terguling Win Myint dan Aung San Suu Kyi. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Kamboja, Koy Koung, ketika ditanya mengatakan dirinya tidak memiliki informasi apakah pemimpin Kamboja itu akan bertemu dengan Aung San Suu Kyi.

Kunjungan Hun Sen ini dilakukan hanya dua bulan setelah Asean melarang junta di Myanmar menghadiri di pertemuan puncak pada 2021 setelah militer Myanmar mengingkari janji untuk memberikan akses ke semua pihak dalam kebuntuan politik saat ini.

Banyak warga Myanmar yang prodemokrasi berang karena Hun Sen mengunjungi junta dan menurut mereka langkah itu telah memberikan legitimasi pada kepala militer Myanmar yang pasukannya diyakini melakukan kekejaman yang meluas sejak kudeta tahun lalu.

Potensi Perang Sipil

Sementara itu Menteri Luar Negeri Kamboja, Prak Sokhonn saat berbicara di lembagaISEAS, Institut Yusof Ishak Singapura, Senin (3/1), menyatakan bahwa Myanmar punya semua potensi yang bisa menyulut perang sipil. "Krisis politik dan keamanan amat akut dan sudah mengarah ke krisis ekonomi, kesehatan dan kemanusiaan," kata Menlu Prak. "Saya rasa semua potensi untuk memicuperang sipil kini ada di depan mata," imbuh dia.

Menurut Prak, kini ada dua pemerintahan di Myanmar. Mereka yang berasal dari pasukan bersenjata, dan mereka yang melakukan gerakan pembangkangan sipil. "Selain itu juga ada perang gerilya di seluruh negeri," pungkas Menlu Kamboja itu.AFP/RFA/I-1

Baca Juga: