TOKYO - Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, pada Rabu (14/8) mengumumkan bahwa ia akan mengundurkan diri pada bulan depan, mengakhiri masa jabatan tiga tahunnya setelah popularitasnya anjlok dan lesunya perekonomian Jepang.

Partai Demokrat Liberal yang berkuasa, yang telah memerintah hampir tanpa gangguan selama beberapa dekade, akan mengadakan pemilihan kepemimpinan bulan depan, dan pemenangnya akan menjadi perdana menteri.

Kishida mengatakan pada Rabu bahwa dia tidak akan mencalonkan diri kembali sebagai ketua partai. "Dalam pemilihan presiden (partai) ini, penting untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa LDP sedang berubah dan partai tersebut adalah LDP baru," kata Kishida kepada wartawan di Tokyo.

"Untuk itu, pemilu yang transparan dan terbuka serta debat yang bebas dan penuh semangat adalah penting. Langkah pertama yang paling jelas untuk menunjukkan bahwa LDP akan berubah adalah dengan menyingkir dari saya," imbuh dia.

Kishida, 67 tahun, yang menjabat sejak Oktober 2021, mengalami penurunan peringkat popularitas antara dirinya dan partainya sebagai respons terhadap kenaikan harga yang berdampak pada pendapatan masyarakat Jepang dan beberapa skandal.

Pada bulan November, Kishida mengumumkan paket stimulus senilai 17 triliun yen (lebih dari 100 miliar dollar AS pada saat itu) ketika ia mencoba mengurangi tekanan inflasi dan menyelamatkan jabatan perdana menterinya. Namun hal ini tidak membuat popularitasnya terdongkrak, baik di kalangan pemilih maupun di dalam partainya sendiri di negara dengan perekonomian terbesar keempat di dunia.

Seiring dengan inflasi yang merupakan fenomena asing dan tidak diinginkan bagi banyak pemilih, pertumbuhan ekonomi di Jepang terhambat dan bahkan nilai yen terpuruk.

Performa Kishida sendiri sebenarnya mendapat pujian di luar negeri dimana ia dengan tegas memihak Ukraina sejak invasi Russia, dan dengan dorongan AS, ia membuat kebijakan pertahanan Jepang lebih kuat untuk melawan Tiongkok.

"Di bawah kepemimpinannya yang teguh, Kishida turut membantu membangun kisi-kisi aliansi keamanan dan kemitraan di seluruh kawasan Indo-Pasifik yang akan bertahan dalam ujian waktu," kata Duta Besar AS untuk Jepang, Rahm Emanuel, di media sosialX.

Secara teori, Kishida bisa saja memerintah hingga tahun 2025, dan terdapat spekulasi bahwa ia mungkin akan mengadakan pemilu sela untuk memperkuat posisinya. NamunNHKmelaporkan bahwa semakin banyak suara di dalam LDP yang meyakini bahwa partai tersebut akan mendapatkan hasil yang buruk dalam pemilu di bawah kepemimpinan Kishida, apalagi pada April lalu, partai tersebut kalah dalam tiga pemilihan sela.

Kishida juga menghadapi kritik keras atas skandal suap besar yang terkait dengan partai penggalangan dana. "Dia mundur karena takut kalah dalam pertarungan kepemimpinan dan mungkin disarankan oleh para pemimpin partai," kata Koichi Nakano, profesor ilmu politik di Universitas Sophia kepadaAFP.

"Dia juga gagal mempersatukan anggota LDP," imbuh Nakano.

Calon Penerus

Menyusul pengumuman Kishida, beberapa tokoh telah digunjingkan sebagai calon penerus termasuk Menteri Digital Taro Kono dan Menteri Keamanan Ekonomi Sanae Takaichi, yang akan menjadi perdana menteri perempuan pertama di Jepang jika menang.

Yang lainnya termasuk Shigeru Ishiba, mantan petinggi partai nomor dua, dan Shinjiro Koizumi, mantan menteri lingkungan hidup dan putra mantan perdana menteri Junichiro Koizumi.

Karena skandal pendanaan, Kishida mendorong faksi-faksi kuat di LDP untuk bubar, yang akan mengubah sifat pertarungan kepemimpinan yang akan datang, kata para analis.

"Dengan semakin dekatnya pemilihan umum, anggota parlemen dan anggota partai LDP cenderung memilih presiden (partai) yang populer di kalangan masyarakat," kata Naofumi Fujimura, profesor ilmu politik di Universitas Kobe. AFP/I-1

Baca Juga: