LONDON - Laporan Rocky Mountain Institute (RMI), pada Kamis (13/4), menyebutkan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berada di jalur yang tepat untuk menyumbang lebih dari sepertiga listrik dunia pada 2030. Hal ini menandakan sektor energi dapat mencapai perubahan yang diperlukan untuk memenuhi tujuan iklim global.

Dikutip dari Agence France-Presse (AFP), Sultan al-Jaber, Presiden KTT iklim PBB berikutnya, Conference of Parties 28 (COP28), pada awal 2023, menyerukan tiga kali lipat pembangunan pembangkit energi terbarukan pada 2030 untuk mengekang emisi gas rumah kaca dan membantu mencapai tujuan yang ditetapkan berdasarkan Perjanjian Iklim Paris 2015.

Laporan RMI menunjukkan, pertumbuhan sektor eksponensial berarti proyek angin dan matahari diperkirakan menghasilkan setidaknya 33 persen listrik global, naik dari sekitar 12 persen sekarang, yang menyebabkan penurunan pembangkit bertenaga bahan bakar fosil dan daya yang lebih murah.

RMI, organisasi nirlaba berbasis di AS yang berfokus pada energi bersih, melakukan penelitian dalam kemitraan dengan Bezos Earth Fund, dengan dana 10 miliar dollar AS dari pemilik Amazon.com, Jeff Bezos, untuk membantu solusi pendanaan terhadap perubahan iklim.

Listrik Termurah

Biaya tenaga surya, yang sudah menjadi bentuk produksi listrik termurah, akan turun menjadi 20 dollar AS per megawatt hour (MWh) dari sekitar 40 dollar AS MWh saat ini, karena lebih banyak proyek dikerahkan dan skala ekonomi meningkat.

"Manfaat penerapan energi terbarukan yang cepat adalah keamanan dan kemandirian energi yang lebih besar, ditambah deflasi harga energi jangka panjang karena ini adalah teknologi manufaktur, semakin banyak Anda memasang, semakin murah harganya," kata Kingsmill Bond, prinsipal senior di RMI.

Baca Juga: